Metrojakartanews.id | Nasib enam anak buah kapal (ABK) yang diduga menjadi korban permainan Dikrektur Utama (Dirut) PT Cahaya Budi Makmur, saat ini berada di tangan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sibolga, Sumatera Utara yang akan membacakan putusan hukuman, Selasa (14/2/2023).
Pembacaan putusan akan dilakukan oleh Ketua Majelis Hakim Lenny Lasminar Sihombing, SH. MH., dengan anggota majelis Andreas Iriando Napitupulu, SH MH dan Frans Martin Sihotang, SH.
Baca Juga:
MSPI Desak Kapolda Tangkap Dirut PT Cahaya Budi Makmur
Akankah Ketua Majelis Hakim Lenny membuka tabir kebenaran tanpa pamrih?
Akankah cahaya terang matahari akan menyinari kehidupan keenam terdakwa ABK dan keluarganya? Atau tangis pilu yang menyesakkan mereka?
Hanya Tuhan yang tahu isi hati seseorang namun demikian ada standart orang berpikir dan bertindak dalam pelaksanaan tugas, apalagi yang menyangkut nasib orang banyak.
Baca Juga:
Dakwaan JPU Dianggap tidak Serius, Hakim PN Sibolga Lepaskan Lima ABK KM Cahaya Budi Makmur
Saat ini, aparat penegak hukum (APH) sedang mempermainkan nasib keenam ABK yang diduga menjadi korban Direktur Utama PT Cahaya Budi Makmur.
Lenny yang juga Ketua PN Sibolga, telah membuka persidangan mulai dari pembacaan dakwaan, pemeriksaan saksi-saksi, dan pemeriksaan terdakwa.
Sampai pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjatuhkan tuntutan 3 dan 4 tahun penjara dan denda Rp1 miliar tehadap keenam terdakwa.
Namun, ada yang menjadi keprihatinan dalam proses hukum keenam terdakwa. Seharusnya, keenam terdakwa menjadi saksi sebagai petunjuk untuk menuju kepada pelaku utama.
Justru, yang diduga sebagai pelaku utama Dirut PT Cahaya Budi Makmur, yang dijadikan saksi oleh penyidik Polres Sibolga.
Untuk menentukan Direktur Utama PT Cahaya Budi Makmur itu sebagai saksi tentunya juga tidak luput atas persetujuan Jaksa Peneliti Kejaksaan Negeri (Kejari) Sibolga.
Menurut Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI), Kasat Reskrim Polres Sibolga Dodi Nainggolan mengatakan bahwa Dirut PT Cahaya Budi Makmur tidak dijadikan sebagai tersangka karena dalam struktur perusahaan, bukan selalu Dirut sebagai penanggungjawab dalam semua kegiatan, karena masih ada bidang-bidang lain yang membidangi.
Faktanya, tidak satu orang pun pengurus PT Cahaya Budi Makmur yang dijadikan tersangka oleh penyidik.
Sesuai informasi yang didapat dan dari hasil yang terungkap di persidangan bahwa yang berhubungan langsung dalam transaksi BBM Solar yang diambil dari tangkahan PT ASSA adalah saksi Budi, Dirut PT Cahaya Budi Makmur.
Dan, ongkos pengangkutan BBM Solar 48 ton itu langsung ditransfer ke rekening pribadi saksi Budi sebesar Rp48 juta.
Sementara, jika dilihat dari akte pendirian PT Cahaya Budi Makmur yang didirikan 28 Oktober 2021, pengurus dan pemegang saham yakni, 1. Budi (selaku Dirut) dengan 1000.000 lembar saham, 2. Erwinson (Direktur) tidak disebutkan sahamnya, 3. Suryandi (Komisaris) tidak memiliki saham, dan 4. KMC Indonesia dengan 1000.000 lembar saham.
Sementara, nama keenam terdakwa, Tjeng Huat, Sutrino, Anwar Junaedi Naibaho, Yoyon Adi Candra, Kasmali, dan Kusbianto, tidak satupun masuk dalam kepengurusan PT Cahaya Budi makmur.
Dimana KM Cahaya Budi Expres yang menerima 22 ton BBM Solar dari KM Cahaya Budi Makmur tanggal 9 Agustus 2022? Dimana KM Selamat Jdi III?
Nama-nama tersebut diatas ada bunyi dalam surat dakwaan JPU. Mengapa juga tidak dijadikan tersangka atau saksi dalam perkara ini? [stp]