MetroJakartaNews.id | Polres Kota Sibolga, Polda Sumatera Utara dinilai kurang profesional dalam menangani kasus penangkapan kapal ikan yang membawa bahan bakar minyak (BBM) solar subsidi, KM Cahaya Budi Makmur.
Pasalnya, pernyataan Kapolres, AKBP Taryono Raharja SH SIK saat konfrensi Pers pertama berbeda dengan pernyataan Kasat Reskrim, AKP Dodi Nainggolan yang mencoba mengklarifikasi diduga raibnya barang bukti minyak jenis solar yang ditangkap.
Baca Juga:
MSPI Desak Kapolda Tangkap Dirut PT Cahaya Budi Makmur
Hal itu dikatakan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sibolga, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Raju Firmanda Hutagalung, saat melakukan aksi demonstrasi di Mapolres Sibolga, Senin (26/09).
Menurut mahasiswa, penjelasan Kapolres tentang kronologis berikut rincian jumlah muatan BBM jenis solar subsidi di KM Cahaya Budi Makmur 1122, yang ditangkap Satpolair pada Minggu 18 September 2022 lalu, dinilai tidak jelas.
Ada beberapa poin yang yang tidak singkron dalam pernyataan Kapolres dan Kasat Reskrim yang membuat publik bingung.
Baca Juga:
Dakwaan JPU Dianggap tidak Serius, Hakim PN Sibolga Lepaskan Lima ABK KM Cahaya Budi Makmur
“Poin pertama yang membingungkan, termasuk salah satunya masalah waktu dan masalah jumlah barang bukti. Misalnya, Kapolres dalam pernyataan persnya mengatakan, bahwa barang bukti 60.000 liter, sementara Kasat Reskrim mengatakan 65.000 liter, dengan dalih berada di dua tempat,” ujarnya.
Diungkapkan Raju, untuk masalah waktu, ketidaksingkronan ada antara waktu pengambilan BBM di tangkahan Rustam yang kedua kalinya, dimana pernyataan Kapolres adalah tanggal 4 September, sementara pernyataan Kasat Reskrim, pada 21 Agustus.
“Menurut Kapolres waktu itu, bahwa pengisian minyak yang kedua kali di tangkahan Rustam sebanyak 30 ton, adalah pada tanggal 4 September, dan langsung berangkat menuju perairan pantai barat. Sementara kata Kasat Reskrim, di tangkahan Rustam itu tanggal 21 Agustus. Nah disini juga bisa menimbulkan kecurigaan kepada kita, dan itu hal yang wajar dong,” ungkapnya.
“Kemudian, Kasat Reskrim, dalam konfrensi pers kedua, mengatakan masa waktu perbaikan adalah selama 2 minggu. Sementara pernyataan Kapolres Sibolga adalah tanggal 12 September kapal kembali bersandar di TPI, karena mengalami kerusakan, dan pada tanggal 18 september terjadilah penangkapan kapal. Kalau dihitung, hanya ada 6 hari menurut BAP yang dibacakan Kapolres. Disinilah pertanyaan itu muncul, siapa yang kita percaya dari antara mereka berdua,” lanjutnya.
Raju berharap, Polres Sibolga lebih melakukan kroscek data yang ingin disampaikan ke publik, sehingga kasus dugaa pengaturan BAP seperti mantan Kadiv Propam Mabes Polri, Ferdy Sambo, tidak terjadi di Sibolga.
“Lebih disingkronkan lagi lah kalau ingin disampaikan kepada publik, sehingga tidak terjadi dua keterangan yang berbeda dalam kasus yang sama. Ini membuat saya teringat kasus Sambo, yang katanya kasus tembak menembak di BAP pertama, ternyata aslinya kasus pembunuhan,” tuturnya.
Oleh karena itu tambahnya, Kapolres harus menjelaskan secara transparan jangan ada yang ditutupi. Karena jika ada yang ditutupi pasti akan muncul pernyataan baru, tapi tidak singkron dengan yang pertama.
Sebelumnya, AKP Dodi Nainggolan mengatakan, para tersangka yang menggunakan kapal motor jenis kolekting (penyuplai perbekalan) itu berangkat dari Jakarta menuju Sibolga dengan membawa sebanyak 16 ton BBM solar dan disimpan dalam palka kapal.
Selama perjalanan, 10 dari 16 ton solar habis dipakai untuk keperluan bahan bakar kapal dengan tonase 299 GT itu hingga tersisa 6 ton setibanya di Sibolga.
“Mereka (para tersangka) berangkat dari Jakarta tanggal 30 Juli 2022, dan tiba di Sibolga tanggal 6 Agustus 2022. Di Sibolga, para tersangka memuat sebanyak 30 ton solar di tangkahan Rustam. Kemudian, tanggal 9 Agustus, para tersangka melakukan pelayaran ke Samudera Hindia,” ucapnya.
“Berangkat ke tengah laut untuk mengantar minyak (solar). Di tengah laut, para tersangka menjual minyak sebanyak 22 ton. Kemudian, para tersangka kembali berlayar menuju Sibolga sambil membawa mayat korban kapal tenggelam di tengah laut,” lanjut Dodi.
“Menurut keterangan para tersangka, untuk pelayaran ke Samudera Hidia hingga kembali ke Sibolga menghabiskan BBM solar sebanyak 10 ton,” ungkapnya.
Pada tanggal 20 Agustus, para tersangka kembali memuat sebanyak 48 ton solar di PT. ASSA, Kabupeten Tapanuli Tengah. Dan, dilanjutkan memuat sebanyak 30 ton di tangkahan Rustam, tanggal 21 Agustus.
“Setelah memuat solar di kedua tangkahan tersebut, mereka (para tersangka) melanjutkan pelayaran ke Samudera Hindia. Namun, baru beberapa mil perjalanan, mesin kapal rusak. Hingga akhirnya, mereka memutuskan untuk kembali ke Sibolga dan mengabiskan bahan bakar sebanyak 10 ton,” kata Dodi.
Terhitung sejak tanggal 31 Agustus, sebanyak hampir 7 ton solar habis terpakai untuk kepentingan perbaikan mesin kapal para tersangka selama di Sibolga.
“Sekitar dua minggu lamanya di Sibolga, ratusan liter solar yang terpakai setiap harinya. Intinya, selain ada yang telah dijual, ratusan ton solar yang sempat dimuat para tersangka, banyak yang habis dipakai untuk bahan bakar pengoperasian kapal,” terang Dodi, menjelaskan keterangan dari para tersangka.
Sementara itu, Kapolres, dalam konfrensi pers, Selasa (20/09), di Mapolres Sibolga, mengatakan bahwa pada 20 Agustus kapal bergeser ke tangkahan PT. Assa untuk mengisi BBM Jenis Solar Sebanyak 48 ton dari 2 tangki mobil Pertamina warna biru. Setelah mengisi dari kedua mobil tangki tersebut, kemudian kapal kembali bersandar ii TPI Sibolga.
Kemudian, pada 4 September, kapal berangkat menuju gudang Rustam untuk kembali mengisi BBM jenis solar sebanyak 30 ton.
“Setelah mengisi di gudang Rustam, kapal pun kemudian berlayar menuju ke Perairan Pantai Barat Sumatera, akan tetapi pada 12 September, kapal kembali bersandar di TPI Sibolga untuk melakukan perbaikan, dan kemudian pada 18 September, sekira pukul 05.00 WIB, saat akan kembali berlayar, kapal kemudian ditangkap oleh personil Polisi Perairan Polres Sibolga, di sekitaran Ponacan,” pungkasnya. [stp]