Metrojakartanews.id | Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI) mendesak Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sibolga, Sumatera Utara menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Cahaya Budi Makmur sebagai terdakwa.
Demi keadilan, MSPI juga meminta agar enam terdakwa anak buah kapal (ABK) KM Cahaya Budi Makmur 1122 dari segala tuntutan hukum.
Baca Juga:
MSPI Desak Kapolda Tangkap Dirut PT Cahaya Budi Makmur
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif MSPI Fernando kepada awak media sesudah mempelajari kronologi kejadian penangkapan kapal KM Cahaya Budi Makmur sebaimana keterangan para terdakwa di persidangan.
“Untuk keadilan, kita minta majelis hakim membebaskan keenam terdakwa (ABK) dari segala tuntutan hukum dan menetapkan Direktur Utama PT Cahaya Budi Makmur sebagai terdakwa dalam kasus ini,” tegas Fernando, yang juga dosen di Fakultas Hukum salah satu universitas.
Ia tegaskan bahwa dalam ilmu hukum yang dijarkannya kepada mahasiswa adalah penegakan hukum yang berkeadilan sesuai fakta-fakta yang terungkap.
Baca Juga:
Dakwaan JPU Dianggap tidak Serius, Hakim PN Sibolga Lepaskan Lima ABK KM Cahaya Budi Makmur
“Majelis hakim seharusnya menggali lebih dalam BAP yang dibuat penyidik dan dikonfrontir dengan keterangan saksi-saksi di persidangan dan disesuaikan dengan keterangan para terdakwa," ungkapnya.
Keterangan para terdakwa, katanya, sudah jelas bahwa transaksi pengangkutan BBM solar langsung kepada Direktur Utama PT Cahaya Budi Makmur.
Seharusnya majelis hakim dapat menetapkan Dirut PT Cahaya Budi Makmur jadi terdakwa. "Dan dalam perkara ini, Dirut lah yang menjadi terdakwa I, dan yang lain ikut serta,” tegasnya.
Lebih jauh diungkapkan, kalau ada aliran dana dari BBM ke ABK barulah ada kaitan dengan ABK. Namun dalam perkara ini jelas-jelas pekerjaan ABK adalah untuk membongkar dan mengisi muatan kapal.
“ABK itu bukan pebisnis, melainkan hanya pekerja majikannya, Dirut PT Cahaya Budi Makmur. Keuntungan-keuntungan yang dihasilkan KM Cahaya Budi Makmur semua menjadi milik Dirut. Sementara ABK tetap hanya menerima gaji harian sekitar Rp70.000,- hingga Rp.100.000,- setiap hari," ujar Fernando.
Fernando juga mengkritisi majelis hakim yang tidak menghadirkan Dirut PT Cahaya Budi Makmur ke persidangan untuk didengarkan keterangannya dan dikonfrontir dengan terdakwa.
Berdasarkan keterangan terdakwa Sutrisno sudah jelas bahwa uang Rp48 juta untuk ongkos anggkut BBM solar 48 ton ditranfer langsung ke rekening Sang Dirut.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Sibolga, Kejati Sumatra Utara menuntut pidana 3 dan 4 tahun penjara serta denda Rp1 miliar kepada enam terdakwa Tjeng Huat cs, Senin, (30/1/2023).
Tuntutan dijatuhkan karena keenam terdakwa, TH (61), K als Anto (35), S als trisno (39) tedakwa AJ Naibaho (34), YAC als Yoyon dan K als Salmet terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pelanggaran terhadap pasal 40 angka 9 UU RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dan, dakwaan kedua melanggar Pasal 53 hurup (b) UU RI nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, serta dakwaan ketiga melanggar Pasal 53 hurup (d) UU RI nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, dimana setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM, Bahan Bakar Gas, dan/atau Liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliyar rupiah”.
Di hadapan majelis hakim, JPU mengatakan bahwa terdakwa Tjeng Huat selaku Nahkoda, K als Anto (35) selaku Wakil Nahkoda, dan S als tris (39) selaku perantara transaksi penjualan BBM Solar subsidi, dijatuhi pidana 4 tahun penjara, denda Rp1 miliar. [stp]