Rudy Soik menceritakan peran residivis bernama Ahmad Ansar, yang disebut pernah dua kali tertangkap karena kasus serupa pada tahun 2022 dengan membawa BBM bersubsidi ilegal sebanyak 6.000 liter dan menjalani hukuman dan keluar 2023.
Ansar, kata Rudy, setelah bebas kembali melakukan penimbunan minyak bersubsidi untuk para nelayan di Kupang. Ansar diketahui menggunakan barcode atas ama Law Agwan untuk memperoleh solar subsidi dengan jumlah 4 ribu liter per hari.
Baca Juga:
MSPI Desak Kapolda Tangkap Dirut PT Cahaya Budi Makmur
Rudy berujar, Anshar juga mempunyai kedekatan dengan pihak krimsus dan oknum di Propam Polda NTT, dan mengaku memberikan uang Rp 15 juta ke oknum Polda.
Meski begitu, Rudy Soik menjelaskan penyelidikan yang ia lakukan bukan semata soal barcode dan penimbunan minyak oleh Ansar. Ia menduga ada hal yang lebih besar di balik kelangkaan BBM yang sering terjadi. Sejumlah petunjuk pun mulai mengarah kepada Law Agwan yang memiliki posisi penting di PT Samudra Pasifik.
Baca Juga:
Diduga Korban Permainan Dirut, Nasib Enam ABK Cahaya Budi Makmur di Tangan Hakim
Rudy Soik menduga Law Agwan bukan sekadar pengusaha biasa. Ia disebut memiliki 11 kapal meskipun baru empat di antaranya terdaftar sebagai penerima subsidi BBM nelayan. Rudy mengaku telah berkoordinasi Dinas Perikanan dan Kelautan Kupang mengenai pengisian BBM untuk Law Agwan, yang bukan nelayan NTT.
“Informasi yang kami dapatkan menunjukkan bahwa dia memiliki 11 kapal, tetapi baru 4 barcode yang kami temukan. Mengapa Dinas Perikanan memberikan kuota minyak nelayan kepada seorang pengusaha seperti dia?” ucap Rudy.
“Apakah dia memang nelayan NTT atau sekadar kartel orang kaya? Kami baru dua hari menyelidiki, sudah diminta cooling down," ujarnya.