METROJAKARTANEWS.ID, Jakarta | Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI) menghimbau dan meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar menuntaskan mafia bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi yang diburu Iptu Rudy Soik.
Disebut-sebut, buruan Rudy Soik bernama Law Agwan, pengusaha kapal ikan terbesar di Pelabuhan Perikanan Cilacap, Jawa Tengah.
Baca Juga:
MSPI Desak Kapolda Tangkap Dirut PT Cahaya Budi Makmur
Menurut Direktur Hubungan Antar Kelembagaan MSPI Thomson Gultom, Kapolri harus mendahulukan kepentingan negara, yakni memberantas mafia BBM solar subsidi daripada mendahulukan pelanggaran kode etik profesi Polri.
Thomson juga meminta Kapolri membatalkan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) Rudy Soik sebagai anggota Polri.
"Kita minta Kapolri batalkan PTDH Rudy Soik dan kembalikan posisi Rudy Soik kepada jabatannya saat melakukan penyelidikan BBM dan penyegelan terhadap lokasi Ahmat Nasar. Itu yang terpenting,” tegas Thomson kepada wartawan, Jumat (1/11/2024).
Baca Juga:
Diduga Korban Permainan Dirut, Nasib Enam ABK Cahaya Budi Makmur di Tangan Hakim
Ia menyesalkan tindakan Polda NTT terhadap Rudy Soik. Menurutnya, masuk kriminalisasi.
“Kalau ada sosok polisis seperti Rudy Soik di Jakarta, saya sangat senang dan bangga. Sayangnya, saya belum ketemu sosok sepertinya yang berani melawan arus hingga dirinya hanyut," ujar Thomson.
Lebih jau Thomson membahas para pengusaha yang menjadi sorotan. Kalau di NTT ada Law Agwan, di Sibolga Sumatera Utara ada atas nama Budi, juga pengusaha kapal ikan.
Menurut Thomson, Budi tidak dijadikan tersangka oleh penyidik Polres Sibolga dalam penangkapan Kapal Kolecting KM Cahaya Budi Makmur yang ditangkap Satpolairud Polres Sibolga karena kedapatan mengangkut 65 ton BBM jenis solar subsidi.
Karena tidak dijadikan tersangka, MSPI pun melaporkan melaporkan Kapolres dan Kasat Reskrim Polres Sibolga Ke Propam Polri. Imbasnya, 5 anggota Polres Sibolga menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri, di Propam Polda Sumut pada Senin, 21/10/2024.
Dikutip dari tempo.co, dugaan keterlibatan Law Agwan bermula ketika Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara Polda NTT menangkap kapal penangkapan ikan KMN Berkah Melimpah 19 GT 27 dalam operasi Ilegal Fishing pada 9 Oktober 2024 di perairan Tablolong.
Direktur Polairud Polda NTT Komisaris Besar Irwan Deffi Nasution menyatakan kapal yang dinakhodai oleh Ahmad Sahrani, warga Malang, Jawa Timur tersebut menghindari pajak berlayar dan tidak memiliki surat persetujuan berlayar (SPB) yang dikeluarkan syahbandar perikanan.
Kapal itu kemudian dibawa ke dermaga Ditpolairud Polda NTT untuk proses hukum. Polisi lalu menetapkan Ahmad Nasar sebagai tersangka karena diduga melanggar pasal 98 jo Pasal 42 ayat (3) UU tentang Perikanan.
Kapal Milik Law Agwan
Kepada tempo.co Rudy Soik mengakui, KMN Berkah Melimpah nomor 19 milik Law Agwan.
Menurut Rudy Soik, kapal milik Law Agwan diduga menggunakan barcode nelayan untuk mendapatkan BBM subsidi hingga 4.000 liter per hari. Padahal, kata Rudy, barcode milik Law Agwan seharusnya hanya digunakan untuk kapal penangkap ikan miliknya dan tidak boleh dipindahtangankan.
Rudy Soik menceritakan peran residivis bernama Ahmad Ansar, yang disebut pernah dua kali tertangkap karena kasus serupa pada tahun 2022 dengan membawa BBM bersubsidi ilegal sebanyak 6.000 liter dan menjalani hukuman dan keluar 2023.
Ansar, kata Rudy, setelah bebas kembali melakukan penimbunan minyak bersubsidi untuk para nelayan di Kupang. Ansar diketahui menggunakan barcode atas ama Law Agwan untuk memperoleh solar subsidi dengan jumlah 4 ribu liter per hari.
Rudy berujar, Anshar juga mempunyai kedekatan dengan pihak krimsus dan oknum di Propam Polda NTT, dan mengaku memberikan uang Rp 15 juta ke oknum Polda.
Meski begitu, Rudy Soik menjelaskan penyelidikan yang ia lakukan bukan semata soal barcode dan penimbunan minyak oleh Ansar. Ia menduga ada hal yang lebih besar di balik kelangkaan BBM yang sering terjadi. Sejumlah petunjuk pun mulai mengarah kepada Law Agwan yang memiliki posisi penting di PT Samudra Pasifik.
Rudy Soik menduga Law Agwan bukan sekadar pengusaha biasa. Ia disebut memiliki 11 kapal meskipun baru empat di antaranya terdaftar sebagai penerima subsidi BBM nelayan. Rudy mengaku telah berkoordinasi Dinas Perikanan dan Kelautan Kupang mengenai pengisian BBM untuk Law Agwan, yang bukan nelayan NTT.
“Informasi yang kami dapatkan menunjukkan bahwa dia memiliki 11 kapal, tetapi baru 4 barcode yang kami temukan. Mengapa Dinas Perikanan memberikan kuota minyak nelayan kepada seorang pengusaha seperti dia?” ucap Rudy.
“Apakah dia memang nelayan NTT atau sekadar kartel orang kaya? Kami baru dua hari menyelidiki, sudah diminta cooling down," ujarnya.
Sebelumnya, saat masih aktif di Polres Kupang, Rudy menyelidiki kasus mafia solar. Penyelidikan ini berdasarkan informasi dari para nelayan terkait adanya kelangkaan minyak. Dari hasil penyelidikan terungkap bahwa para pelaku berhasil meraup keuntungan besar dari hasil menimbun BBM secara ilegal.
Namun saat akan menyelidiki lebih lanjut dugaan kejahatan Ansar, Rudy lebih dulu dijatuhi PTDH alias dipecat dalam sidang Komisi Kode Etik Polisi (KKEP) Polda NTT pada 11 Oktober lalu.
[Editor : Sahala Pangaribuan]