Sodikin menjelaskan, yang pertama hadir saat pengukutan tanah adalah orang yang mengajukan permohonan sertifikat. Kemudian disaksikan oleh pemilik tanah yang batas-batas tanahnya, bagian utara, bagian barat, bagian selatan dan bagian timur, yang disaksikan pemerintah setempat.
Kemudian, dilanjutkan Sadikin, jika ada persyaratan yang tidak dilengkapi pemohon, sertifikat tidak bisa diterbitkan. “Penuhi dulu persyaratan, baru sertifikat diterbitkan. Tidak boleh ada keraguan. Jadi itulah fungsi Quality Control harus Clear and Clean,” tegas Sodikin dalam persidangan.
Baca Juga:
Polres Metro Jakarta Utara Memusnahkan Narkotika Senilai Rp2 Miliar Lebih
Jika terjadi diluar hal tersebut, harus diproses dengan hukum positif. “Setiap pelanggaran ada sanksi hukumnya,” tegasnya.
Sodikin juga menegaskan bahwa petugas PTSL boleh menerima uang atas jasanya dari pemohon. Pengajuan sertifikat dalam satu lokasi juga tidak dapat dipecah-pecah. “Nanti terkait hak waris bisa dipecah setelah penerbitan sertifikat,” ujarnya menjawab pertanyaan JPU.
Kemudian, tidak boleh luas tanah yang dimohonkan pengukuran berbeda dengan luas tanah yang diterbitkan di sertifikat.
Baca Juga:
Adam Deni Gearaka Didakwa Pasal Fitnah dan Pencemaran Nama Baik
“Kan, pada saat dilakukan pengukuran itu sudah jelas ada pencatatan berapa meter yang diajukan. Maka seluas itulah yang diukur dengan disaksikan para saksi. Jika berbeda, itu adalah cacat adminstrasi, harus dibatalkan,” tegasnya.
Pada persidangan sebelumnya terungkap, uang sejumlah Rp320 juta mengalir kepada Panitia PTSL untuk menerbitkan 5 sertifikat atas nama Aspah Supriadi.
Saksi Budi Prianto mengantarkan uang Rp240 juta kepada Ketua Panitai PTSL, terdakwa Muhammad Bilal atas perintah terdakwa Aspah Supriadi melalui Rohin.