Metrojakartanews.id | Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI) menuding Kapolres Sibolga Polda Sumatra Utara AKBP Taryono Raharja melepaskan KM Cahaya Budi Makmur yang sebelumnya ditangkap karena kedapatan membawa bahan bakar minyak (BBM) jenis solar ilegal atau solar subsidi, Minggu 18 September 2022.
Kapal dilepaskan paska ditetapkannya 6 tersangka dalam penangkapan KM Cahaya Budi Makmur 1122 Gt. 299 No. 7678/Bc di sekitaran Pulau Poncan, Sibolga, Sumatera Utara.
Baca Juga:
MSPI Desak Kapolda Tangkap Dirut PT Cahaya Budi Makmur
Sesuai hasil penyelusuran MSPI bahwa pada akhir Desember 2022, KM Cahaya Budi Makmur 1122 Gt. 299 No. 7678/Bc telah singgah di Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) atau Pelabuhan Perikanan Internasional Muara Baru Jakarta Utara dan bahkan pada tanggal 3 Januari 2023 sudah kembali berlayar ke laut bebas untuk mengambil ikan hasil tanangkapan para nelayan tangkap dilautan bebas dengan BBM 30 KL.
MSPI mempertanyakan, mengapa KM Cahaya Budi Makmur dapat beroperasi padahal proses hukumnya belum selesai atau belum memiliki kepastian hukum.
Menurut Direktur Hubungan Antar Kelembagaan MSPI Thomson Gultom, bahwa jika proses hukum KM Cahaya Budi Makmur sedang berjalan paska ditetapkannya 6 orang tersangka dan belum tuntas atau belum berkekuatan hukum tetap seharusnya tidak boleh dikeluarkan.
Baca Juga:
Dakwaan JPU Dianggap tidak Serius, Hakim PN Sibolga Lepaskan Lima ABK KM Cahaya Budi Makmur
“Sesuai dengan Pasal 40 angka 9 UU RI Nomor 11 Tahun 2020 ttg Cipta Kerja “Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau Niaga BBM, Bahan Bakar Gas, dan/atau Liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliyar rupiah. Jadi artinya harus ada penetapan dari hakim barang bukti itu dikemanakan. Apakah itu disita untuk dimusnakan atau disisita negara untuk dikuasai negara? Atau dikembalikan kepada pemiliknya, itu tergantung dari amar putusan Hakim yang menyidangkan,” ujar Thomson.
Thomson menjelaskan bahwa sesuai undang-undang, seharusnya pemilik kapal dan atau Direktur Utama (Dirut) perusahaan selaku penanggungjawab utama dalam setiap peristiwa hukum yang terjadi di perusahaan harus juga dijadikan tersangka oleh penyidik kepolisian.
Karena, katanya, pergerakan atau perjalanan KM Cahaya Budi Makmur atas persetujuan dan kendali Dirut, termasuk juga maju mundurnya perusahaan.
“Berkaitan dengan UU RI No. 22 tahun 2001 tentang Migas Pasal 53 Huruf b, berbunyi, setiap orang yang melakukan Pengangkutan tanpa Izin dipidana 4 tahun dan denda 40 miliyar rupiah, pasal 53 huruf d, setiap orang yang melakukan niaga tanpa izin dipidana 3 tahun dan denda 30 miliyar rupiah, dan huruf c jo pasal 55 ayat 1 ke 1 e KUHPidana berbunyi, dpidana sebagai pelaku tindak pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan (ancaman sama dengan ancaman pasal pokok),” ungkap Thomson.
Thomson menduga ada orang besar yang membekingi sehingga Dirut PT. Cahaya Budi Makmur tidak ditahan dan atau tidak dijadikan sebagai tersangka dalam perkara.
“Pastinya ada kekuatan besar yang membekingi, apalagi sekarang KM Cahaya Budi Makmur sudah dilepaskan. Kita mempertanyakan apa dasar hukumnya Polres Sibolga melepaskan KM Cahaya Budi Makmur ? Apakah sudah putus perkaranya dipengadilan atau hanya petimbangan subjektif penyidik Polres Sibolga? Ini kita pertanyakan ke Kapolres Sibolga Bapak AKBP Tariyono Raharja,” ujar Thomson.
Sesuai dengan hasil penyelusuran MSPI di Pelabuhan Perikanan Muara Baru bahwa Direktur Utama Cahaya Budi Makmur dikenal lihai dalam bermain, sehingga sering luput dari jeratan hukum.
“Ada tiga kasus saat ini yang sedang membelenggu Dirut PT Cahaya Budi Makmur ini. Yang pertama kasus video hox penyebaran covid 19. Kasus ini Budi wanprestasi karena tidak komitment atas janji kompensasi 50 ton beras dan permintaan maaf pada media nasional 1 halaman penuh di media cetak KOMPAS. Kemudian kasus laporan polisi Nomor: LP/5247/IX/2018/PMJ/Dit.Reskrimum, tgl. 29 Septembar 2018, empat tahun silam. Lalu kasus KM Cahaya Budi Makmur ditangkap Polres Sibolga ini Budi juga tetap tidak diproses,” ungkap Dirhubag MSPI itu.
Bahkan adalagi informasi yang luar biasa, di luar proses hukum, bahwa paska penangkapan KM Cahaya Budi makmur 1122 di Polres Sibolga, Dirut membeli 2 unit mobil mewah seharga miliaran rupiah.
“Kalau masalah mobil barunya bukan urusan kita. Mungkin masih banyak sumber mata airnya selain dari KM Cahaya Budi Makmur. Bahkan bisa jadi tertangkapnya KM. Cahaya Budi Makmur bukanlah suatu musibah tetapi bisa saja justru menjadi Sumber mataharinya dari pihak pihak terkait,” ucap Thomson.
Namun demikian pada umumnya setiap kejadian penangkapan seperti ini pastinya suatu kejadian yang sangat merugikan pada perusahaan. Selain Kapal tidak beroperasi pastinya ada biaya-biaya tak terduga lainnya saat bolak balik diperiksa penyidik.
“Kita akan mengirimkan surat ke Kapolda Sumut guna mempertanyakan proses penanganan KM Cahaya Budi makmur,” pungkas Thomson. [stp]