Kali ini, pegawai menerima pelatihan keahlian dan keterampilan mulai dari membuat berbagai macam varian roti dan snack, juga cara berjualan yang baik. Dana bantuan juga digunakan untuk renovasi toko agar lebih representatif dan membuat nyaman konsumen yang berkunjung.
Contohnya seperti, Sabtu 23 Juli, mereka mulai berjualan untuk pertama kali. Lisma sempat menitikkan air mata melihat gigihnya perjuangan teman-teman tuli menjajakan di depan toko, sambil berusaha berteriak untuk menarik perhatian calon pembeli.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
Tak disangka olehnya, toko roti dan kue ini mendapat respons baik dari pembeli. Hanya saja, ia juga harus terus-terusan mengingatkan para pekerja untuk tetap tenang.
“Orang difabel sering sangat minim rasa percaya diri, karena tidak banyak bergaul secara luas. Jadi ketika banyak pembeli datang, mereka panik sehingga tampak tidak tenang,” ujar Lisma.
Lisma pun tak lelah memberikan motivasi. Acap kali, dirinya berkali-kali menggerakkan tangan kanan di atas punggung tangan kiri sebagai bahasa isyarat “pelan-pelan” agar mereka tetap tenang.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
“Setelah beberapa hari akhirnya membaik, semoga dengan pembiasaan dapat semakin prima dalam melayani,” ungkapnya.
Fingertalk merupakan komunitas difabel yang memiliki tujuan untuk menyediakan lapangan pekerjaan untuk mereka yang berkebutuhan khusus, terutama kelompok tuli.
Tercatat, sebanyak 74 persen orang tuli usia produktif di Indonesia tidak bekerja dikarenakan stigma sosial dan keterbatasan komunikasi. Ini yang menjadi penggerak Fingertalk untuk memberi mereka kesempatan dan bekal agar dapat terjun ke masyarakat nantinya.