Hingga 2030 mendatang akan ada tambahan kapasitas listrik sebesar 40,6 GW lagi.
Namun, ia menjelaskan oversupply ini menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi PLN untuk meningkatkan konsumsi listrik nasional sekaligus menyukseskan proses transisi energi bersih yang berbasis pada sumber daya domestik.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Untuk menjawab krisis multidimensional tersebut, Darmawan memaparkan, strategi PLN akan ditunjang oleh tiga faktor penting, yakni meningkatkan penggunaan kendaraan listrik, kompor induksi, dan jasa layanan internet.
Dari sisi mendorong ekosistem kendaraan listrik, PLN melakukan penambahan infrastruktur kendaraan listrik seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) maupun Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) di Indonesia.
Saat ini sudah ada 139 unit SPKLU yang siap memenuhi kebutuhan pengguna kendaraan listrik di seluruh Indonesia.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Program konversi LPG ke kompor induksi, lanjut Darmawan, selain bisa menjadi solusi menyerap listrik juga dapat mengurangi beban APBN. Dengan harga gas dunia yang sedang tinggi, harga keekonomian LPG mencapai Rp 19.609 per kg. Sementara harga jual eceran yang dipatok pemerintah sebesar Rp 4.250 per kg. Artinya, ini menjadi beban APBN sebesar Rp 15.359 per kg.
"Dengan program konversi kompor ke 15 juta pelanggan penerima manfaat selain bisa menyerap listrik juga bisa menyeimbangkan Current Account Defisit (CAD) negara," tambah Darmawan.
Melalui upaya menjawab tantangan tersebut, Darmawan menjelaskan dari sisi penambahan konsumsi listrik nasional dengan agenda kendaraan listrik dan kompor induksi tersebut diprediksi bisa mencapai 16,4 GWh pada 2024 mendatang. Dengan pertumbuhan konsumsi listrik tersebut, PLN bisa mengantongi tambahan pendapatan yang mampu menambah kuat posisi keuangan PLN.