“Sampai saat ini UU Kepailitan kan masih dinyatakan berlaku. Jangan cari-cari kesalahan (penyidik Kejati Kawa Tengah). Telah banyak prosedur hukum yang dilanggar. Setiap aparat penegak hukum harus tunduk pada putusan penegak hukum. Kalau tahapannya masih kepailitan, itu dulu diselesaikan, pemidanaan itu upaya penyelesaian terakhir,” ujar Kamarudin mengingatkan.
Dijelaskan, kronologi kejadian, PT CGP mengajukan permohonan kredit ke Bank M. Sebagai Avalis atau penjaminnya, Agus Hartono, yang menyerahkan 22 bidang tanah dan bangunan bersertifikat.
Baca Juga:
Singgung Asal-usul Uang Suami, Kamaruddin sebut Artis Sandra Dewi Bisa Terjerat
Untuk memastikan nilai agunan melampaui pinjaman, Bank M menerjunkan tim penilai aset atau jasa appraisal dan dinilai kondisinya sangat baik sehingga pinjaman dicairkan ke perusahaan.
Agus Hartono kemudian melepaskan saham dan pengurusan pada perusahaan debitur, sehingga secara hukum tidak ada lagi hubungan hukum Agus Hartono dengan perusahaan selaku debitur dari Bank M.
Namun terkait obyek tanah dan bangunan yang menjadi agunan hutang piutang ke Bank M, tetap melekat dan tidak dilepaskan Agus Hartono.
Baca Juga:
Dirut Taspen Antonius NS Dicopot dan Dicekal KPK, Ini Respon Kamaruddin Simanjuntak
Tiba-tiba PT. CGP dimohonkan pailit oleh pihak ketiga, karena perusahaan memiliki hutang piutang dengan pihak ketiga bank lainnya. Dengan demikian, selanjutnya pengurusan aset budel perusahaan pailit jatuh ke tangan kurator.
Namun, karena kondisi ekonomi yang sulit selama pandemi Covid-19 selama dua tahun lebih aset Agus Hartono yang menjadi agunan pinjaman kredit tak kunjung laku dilelang/dijual hingga kini, seluruhnya.
“Jadi, klien kami (Agus Hartono) juga adalah korban dari adanya pailit. Karena itu pula, kami merasa ada hal yang tidak wajar dan dipaksakan baik dari aspek hukum maupun fakta-fakta hukum yang ada,” pungkas Kamarudin Simanjuntak. [stp]