Metrojakartanews.id | Merasa dikriminalisasi oleh penyidik pidana khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah, Agus Hartono meminta perlindungan hukum kepada Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak RI), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (18/11/2022).
Agus Hartono datang didampingi kuasa hukumnya, Kamaruddin Simanjuntak, SH, dan diterima langsung oleh Ketua Komjak RI, Barita Simanjuntak.
Baca Juga:
Singgung Asal-usul Uang Suami, Kamaruddin sebut Artis Sandra Dewi Bisa Terjerat
Barita pun berjanji bakal secepatnya menindaklanjuti pengaduan ke pihak-pihak terkait, terutama ke Kejati Jawa Tengah, Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung dan juga terhadap Jaksa Agung, ST Burhanuddin.
Kamaruddin Simanjuntak didampingi Martin Lukas Simanjuntak, SH mengatakan bahwa dirinya sampai saat ini tidak mengerti mengapa kliennya sampai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi oleh penyidik pidana khusus Kejati Jawa Tengah.
Sebab, sebagai penjamin atau Avalis pinjaman kredit, Agus justru sebagai korban yang juga dirugikan terkait permasalahan PT Citra Guna Perkasa (CGP). Sebanyak 22 bidang tanahnya berikut dokumen berupa sertifikatnya dikuasai kurator kemudian disita oleh penyidik Kejati Jawa Tengah.
Baca Juga:
Dirut Taspen Antonius NS Dicopot dan Dicekal KPK, Ini Respon Kamaruddin Simanjuntak
Selain itu, Agus sudah menyandang status tersangka dengan aset yang jadi agunan kredit PT. CGP tidak jelas bagaimana nasibnya. Yang pasti, apabila asetnya 22 bidang lahan tersebut bisa dilelang kurator diyakini nilainya bakal melebihi kredit Bank M yang dikucurkan ke PT CGP.
Berbagai proses hukum, menurut Kamaruddin, sudah dilalui kliennya. Manakala PT CGP dipailitkan, Agus dapat menerima saat asetnya yang menjadi agunan kredit dikuasai kurator sebagaimana putusan pengadilan.
“Sayangnya, karena ekonomi tengah gonjang-ganjing akibat pandemi Covid-19, upaya kurator hendak melelang agunan yang asetnya Agus Hartono tersebut tidak berhasil. Tentu saja kurator terlebih Agus Hartono tidak bisa disalahkan. Agus Hartono malah ingin cepat-cepat laku dilelang/dijual aset agunan itu biar permasalahan selesai. Tetapi apa hendak dikata agunan tak laku-laku sehingga kewajiban ke pihak yang mempailitkan dan pelunasan kredit tentu saja menjadi tidak bisa dilakukan,” ungkap Kamaruddin.
Selanjutnya pihak PT CGP, ES, dipidanakan pula terkait pemalsuan identitas, dan terbukti bersalah sehingga dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara.
Agus menyampaikan kalau dirinya tidak terlibat. “Saya tidak terlibat dalam hal ini, sehingga ada amar putusan pengadilan yang menyebutkan saya tidak dapat dipidana maupun digugat secara perdata terkait permasalahan kredit PT. CGP,” tutur Agus.
Namun putusan pengadilan tersebut, kata Agus, seolah tidak berlaku bagi penyidik Kejati Jawa Tengah. Dirinya dipanggil dan diperiksa sebagai saksi. Kemudian tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka.
“Saya heran sekaligus tanda tanya terkait penetapan saya sebagai tersangka pada 25 Oktober 2022. Sebab, baru pada 25 Oktober 2022 itu saya dipanggil Badan Pemeriksa Keuangan Pembanguan (BPKP) untuk menhitung kerugian Negara, dan baru pada tanggal 28 Oktober dibuat penetapan sita alat atau barang bukti,” tutur Agus.
Atas kejanggalan-kejanggalan proses penyelidikan/penyidikan itulah Agus merasa dikriminalisasi. “Jadi, saya ditetapkan sebagai tersangka belum tahu ada atau tidak kerugian negara dalam kasus tersebut,” keluh Agus.
Kamarudin menyebut, pihaknya mengadu juga ke Presiden Joko Widodo, Ketua DPR, Komisi III DPR RI serta ke Menkopolhukam Mahfud MD.
“Kami juga secepatnya bakal mempraperadilankan Kejati Jawa Tengah. Klien kami diperiksa bukan hal yang subtansial kok tiba-tiba ditetapkan tersangka,” ucap Kamaruddin.
Lagi pula, katanya, Kejati Jawa Tengah selaku penegak hukum harus menghargai pula putusan atau langkah-langkah hukum yang dilakukan penegak hukum lainnya.
“Sampai saat ini UU Kepailitan kan masih dinyatakan berlaku. Jangan cari-cari kesalahan (penyidik Kejati Kawa Tengah). Telah banyak prosedur hukum yang dilanggar. Setiap aparat penegak hukum harus tunduk pada putusan penegak hukum. Kalau tahapannya masih kepailitan, itu dulu diselesaikan, pemidanaan itu upaya penyelesaian terakhir,” ujar Kamarudin mengingatkan.
Dijelaskan, kronologi kejadian, PT CGP mengajukan permohonan kredit ke Bank M. Sebagai Avalis atau penjaminnya, Agus Hartono, yang menyerahkan 22 bidang tanah dan bangunan bersertifikat.
Untuk memastikan nilai agunan melampaui pinjaman, Bank M menerjunkan tim penilai aset atau jasa appraisal dan dinilai kondisinya sangat baik sehingga pinjaman dicairkan ke perusahaan.
Agus Hartono kemudian melepaskan saham dan pengurusan pada perusahaan debitur, sehingga secara hukum tidak ada lagi hubungan hukum Agus Hartono dengan perusahaan selaku debitur dari Bank M.
Namun terkait obyek tanah dan bangunan yang menjadi agunan hutang piutang ke Bank M, tetap melekat dan tidak dilepaskan Agus Hartono.
Tiba-tiba PT. CGP dimohonkan pailit oleh pihak ketiga, karena perusahaan memiliki hutang piutang dengan pihak ketiga bank lainnya. Dengan demikian, selanjutnya pengurusan aset budel perusahaan pailit jatuh ke tangan kurator.
Namun, karena kondisi ekonomi yang sulit selama pandemi Covid-19 selama dua tahun lebih aset Agus Hartono yang menjadi agunan pinjaman kredit tak kunjung laku dilelang/dijual hingga kini, seluruhnya.
“Jadi, klien kami (Agus Hartono) juga adalah korban dari adanya pailit. Karena itu pula, kami merasa ada hal yang tidak wajar dan dipaksakan baik dari aspek hukum maupun fakta-fakta hukum yang ada,” pungkas Kamarudin Simanjuntak. [stp]