Atas peristiwa yang dialaminya, Habibi kemudian mendatangi Polres Labuhanbatu untuk membuat laporan kepolisian, Jumat (15/10).
Namun, katanya, polisi menyarankan agar membuat pengaduan masyarakat (Dumas) saja.
Baca Juga:
Harga CPO Kompetitif, Pemerintah Pertimbangkan Revisi Pungutan Ekspor Demi Lindungi Petani
Divisi Advokasi AJI Medan, Anugrah Riza Nasution, mengatakan aksi teror yang dilakukan terhadap Habibi terkait pemberitaan adanya dugaan kegiatan penampungan CPO ilegal adalah tindakan yang bertentangan dengan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Anugrah menjelaskan, bagi pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan dapat menempuh jalur sesuai aturan yang berlaku dalam Undang-undang Pers yakni meminta hak jawab, hak koreksi, atau melaporkannya ke Dewan Pers.
"Kalau merasa keberatan, bisa menyampaikan hak jawab. Tindakan mendatangi rumah jurnalis pada malam hari sambil memukul-mukul pagar rumah untuk bertemu adalah tindakan yang kurang tepat. Kami memandang ini sebuah pengancaman dan ini juga membuat anak dan istri Habibi merasa takut," kata Anugrah.
Baca Juga:
DJP Kalbar Fokus Maksimalkan Penerimaan Pajak Sektor Perkebunan untuk Meningkatkan Pendapatan Negara
Anugrah menegaskan, siapa saja dengan sengaja yang melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja-kerja jurnalistik bisa dikenakan Pasal 18 UU 40/99, ada ancaman pidana 2 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Kendati begitu, Anugrah meminta jurnalis agar bekerja profesional, menaati kode etik dan selalu mengedepankan verifikasi, konfirmasi, pengecekan atas informasi yang akan didalami. Sehingga, informasi yang disampaikan kepda publik berimbang.
"Mematuhi kode etik jurnalistik sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Dewan Pers pada tahun 2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers tahun 2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers, adalah sebuah keharusan bagi jurnalis. Hal itu tidak dapat dikesampingkan," pungkas Anugrah. [stp]