MetroJakartaNews.id | Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Medan, Sumatera Utara, mengecam teror terhadap Habibi, Jurnalis Wahananews.co, yang dilakukan sejumlah orang, di Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kamis (13/10).
AJI Medan memandang teror yang dilakukan terhadap Habibi mencederai kebebasan pers, apalagi karena diduga terkait pemberitaan.
Baca Juga:
Harga CPO Kompetitif, Pemerintah Pertimbangkan Revisi Pungutan Ekspor Demi Lindungi Petani
Hal itu disampaikan Habibi kepada metrojakartanews.id. Dia menceritakan, awalnya dia memberitakan di medianya dugaan penampungan Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah ilegal yang beroperasi di Jalinsum, Desa Kampung Yaman, Kecamatan Aek Natas, Kabupaten Labuhanbatu Utara, pada Senin (3/10/2022)
Habibi melanjutkan beritanya dengan komentar dari salah satu organisasi masyarakat, Kamis (13/10).
Pada hari yang sama, ia juga membuat berita yang sama dengan mengkonfirmasi Kasat Reskrim Polres Labuhanbatu.
Baca Juga:
DJP Kalbar Fokus Maksimalkan Penerimaan Pajak Sektor Perkebunan untuk Meningkatkan Pendapatan Negara
Kemudian, malam sekitar pukul 22.10 WIB, pelaku yang menurut Habibi bernama Buleng dan Asen ditemani seorang wanita mendatangi rumahnya dengan memanggil-manggil namanya dengan suara keras.
Salah satu dari mereka mengatakan, jika tidak keluar dari rumah untuk menemui, maka mereka akan menunggu sampai pagi sembari memukul- mukul pagar besi rumah Habibi, yang dalam keadaan tergembok. Istri dan anak-anaknya pun terbangun dari tidurnya dan ketakutan.
Menurut Habibi, mereka mengaku datang terkait pemberitaan mengenai penampungan CPO ilegal di medianya.
Atas peristiwa yang dialaminya, Habibi kemudian mendatangi Polres Labuhanbatu untuk membuat laporan kepolisian, Jumat (15/10).
Namun, katanya, polisi menyarankan agar membuat pengaduan masyarakat (Dumas) saja.
Divisi Advokasi AJI Medan, Anugrah Riza Nasution, mengatakan aksi teror yang dilakukan terhadap Habibi terkait pemberitaan adanya dugaan kegiatan penampungan CPO ilegal adalah tindakan yang bertentangan dengan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Anugrah menjelaskan, bagi pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan dapat menempuh jalur sesuai aturan yang berlaku dalam Undang-undang Pers yakni meminta hak jawab, hak koreksi, atau melaporkannya ke Dewan Pers.
"Kalau merasa keberatan, bisa menyampaikan hak jawab. Tindakan mendatangi rumah jurnalis pada malam hari sambil memukul-mukul pagar rumah untuk bertemu adalah tindakan yang kurang tepat. Kami memandang ini sebuah pengancaman dan ini juga membuat anak dan istri Habibi merasa takut," kata Anugrah.
Anugrah menegaskan, siapa saja dengan sengaja yang melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja-kerja jurnalistik bisa dikenakan Pasal 18 UU 40/99, ada ancaman pidana 2 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Kendati begitu, Anugrah meminta jurnalis agar bekerja profesional, menaati kode etik dan selalu mengedepankan verifikasi, konfirmasi, pengecekan atas informasi yang akan didalami. Sehingga, informasi yang disampaikan kepda publik berimbang.
"Mematuhi kode etik jurnalistik sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Dewan Pers pada tahun 2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers tahun 2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers, adalah sebuah keharusan bagi jurnalis. Hal itu tidak dapat dikesampingkan," pungkas Anugrah. [stp]