MetroJakartaNews.id | Terjadinya penyalahgunaan BBM subsidi yang mengakibatkan meningkatnya kemiskinan dan penderitaan rakyat, adalah akibat pemerintah tidak mempersiapkan perangkat aparat penegak hukum (APH) yang secara khusus mengawal penyaluran BBM subsidi hingga tepat sasaran.
Sementara APH yang sudah ada selama ini sudah terbiasa dengan adat istiadat ketimuran kita, tak kenal maka tak sayang setelah kenal saling sayang.
Baca Juga:
MSPI Desak Kapolda Tangkap Dirut PT Cahaya Budi Makmur
Hal itu dikatakan Direktur Hubungan Antar Kelembagan Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI), Thomson Gultom, melihat kenyataan paska ditetapkannya 6 orang tersangka dalam penangkapan kapal KM Cahaya Budi Makmur berisikan bahan bakar minyak (BBM) jenis Solar subsidi, oleh Kepolisian Resort (Polres) Kota Sibolga, Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut), baru baru ini.
Keenam tersangka itu adalah Anak Buah Kapal (ABK) KM Cahaya Budi Makmur. Sementara penjelasan terkait penangkapan KM Drake Anson GT.138No1471/PPA yang ditangkap bersamaan dengan penangkapan KM Cahaya Budi Budi Makmur 1122 GT.299 No.7678/bc3016Ga.No1566/1, belum ada.
Pada saat press rilis penetapan 6 tersangka ABK KM Cahaya Budi Makmur Kapolres Sibolga, AKBP Taryono Raharja SH, SIK tidak menyinggung dan tidak menjelaskan terkait penangkapan KM Drake Anson tersebut. Padahal, KM Drake Anson itu sudah sempat masuk dalam pemberitaan media.
Baca Juga:
Dakwaan JPU Dianggap tidak Serius, Hakim PN Sibolga Lepaskan Lima ABK KM Cahaya Budi Makmur
“Bagaimana terkait penangkapan KM Drake Anson GT.138No1471/PPA seharusnya dijelaskan bapak Kapolres. Apakah memang tidak cukup bukti untuk dilakukan penahanan atau lidiknya tidak ditingkatkan ke penyidikan karena apa, perlu ada penjelasan,” ujar Thomson.
Seharusnya, ungkap Thomson, bahwa momen penangkapan dan mentersangkakan 6 ABK KM Cahaya Budi Makmur inilah waktunya Kapolres Sibolga akan mendapatkan promosi dari pimpinan polri, tetapi dengan tidak adanya penjelasan tentang penagkapan KM Drake Anson GT.138No1471/PPA, maka justru menjadi bumerang baginya.
Terkait tidak diekposnya penangkapan KM Drake Anson ini belum ada klarifikasi baik dari Kapolres Sibolga maupun Kapolda Sumut, Irjen Pol Ridwan Zulkarnain Panca Putra Simanjuntak, M.Si.
Konfirmasi yang dilayangkan media ini melalui whatsap kepada Kapolda Sumut belum dijawab. Demikian juga dengan konfirmasi yang dikirimkan kepada Kapolres Sibolga melalui salah satu anggota Satpolairud Polres Sibolga dengan inisial RS juga belum menjawab.
Sementara peningkatan mengusut pelaku tindak pidana penyalahgunaan BBM jenis Solar Subsidi di KM Cahaya Budi Makmur belum sampai kepada direktur utama masih pada ABK masing-masing adalah, TH (61), sebagai nahkoda kapal, K alias Y (35) sebagai wakil Nahkoda, AJN (34) sebagai Kwanca kapal, YA (37) sebagai wakil kwanca, AS (34), sebagai pembantu Kwanca, dan ST (39) sebagai perantara transaksi.
Oleh karena itu MSPI mengajak seluruh masyarakat mengawal kasus penyelewengan BBM subsidi ini supaya penyidikan tuntas sampai ketingkat direktur utama, baik dari direktur utama PT. Cahaya Budi Makmur sebagai penampung, maupun PT. Assa selaku perusahaan yang menyalurkan BBM subsidi.
Perlunya peningkatan penyelidikan dan penyidikan sampai pada Direktur Utama menurut Thomson, guna penegakkan hukum yang berefek jera.
Seperti diketahui Satpolairud Polres Sibolga mengamankan nahkoda beserta 18 ABK dan BBM jenis solar ke kantor Sat Polair Polres Sibolga, Minggu, (18/9).
Adapun barang bukti yang ditahan antara lain, satu unit kapal KM Cahaya Budi Makmur 1122 Gt.299 No.7678/Bc,2016 Ga No.1566/L, BBM jenis solar kurang lebih 60 ton, dokumen kapal seperti, SIUP (surat izin usaha perikanan), SPB (surat persetujuan berlayar), SIKPI (surat izin kapal pengangkut ikan), Hand Phone milik tersangka dan sejumlah uang tunai.
Terhadap keenam tersangka, dipersangkakan pasal 40 angka 9 UU RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, atau Pasal 53 huruf b dan d, UU RI No. 22 tahun 2001 tentang Migas, Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 e KUHPidana, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda 60 Miliar rupiah. [stp]