MetroJakartaNews.id | Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI) meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengawal dan menuntaskan peyelidikan dan penyidikan kasus penangkapan kapal KM Cahaya Budi Makmur yang melakukan penyimpangan tataniaga Bahan Bakar Minyak (BBM) solar subsidi oleh Polres Kota Sibolga, Polda Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.
Penyidikan harus sampai ke tingkat direktur utama (Dirut), baik dari Dirut Cahaya Budi Makmur sebagai penampung maupun PT. Assa selaku perusahaan yang menyalurkan. Hal ini sebagai pengembangan pasca ditetapkannya 6 tersangka dalam penangkapan.
Baca Juga:
MSPI Desak Kapolda Tangkap Dirut PT Cahaya Budi Makmur
Menurut Direktur Hubungan Antar Kelembagaan MSPI, Thomson Gultom, pengawalan perlu dilakukakan karena ditakutkan ada intervensi dari oknum-oknum pejabat Mabes Polri terhadap penanganan kasus KM Cahaya Budi Makmur bermarkas di Jakarta.
“Kita berharap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memantau kasus karena kita tahu pengusaha KM Cahaya Budi Makmur ini orang Jakarta. Hasil penelurusan bahwa Dirutnya adalah BD berkantor di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta atau Pelabuhan Perikanan Muara Baru, Jakata Utara. Pengusaha ini diduga banyak kenalan petinggi di jajaran kepolisian,” ujar Thomson.
Thomson kawatir penyimpangan BBM Subsidi yang membebani APBN masuk angin.
Baca Juga:
Dakwaan JPU Dianggap tidak Serius, Hakim PN Sibolga Lepaskan Lima ABK KM Cahaya Budi Makmur
Menurutnya, jika penyidik Polairut Polres Sibolga hanya mengorbankan ABK kapal saja maka akan semakin membuat kesenjangan sosial diantara rakyat.
“Bisnis penyimpangan pengangkutan BBM oleh kapal pengangkut ikan atau collecting seolah sudah menjadi bisnis resmi pengusaha kapal pengangkutan ikan. Yang lebih parahnya minyak yang diangkut dan dijual itu melalui kapal collecting itu justru minyak illegal padahal jika seandainya saja mengangkut minyak resmi sudah medapatkan ongkos angkut 1000 rupiah perliter. Jadi sekali angkut BBM Kapal collecting itu bisa membawa 300-400 Kilo Liter (KL) ke laut. Bayangkan saja berapa keuntungan yang didapatkan perusahaan kapal collecting itu?” Thomson bertanya.
Bisnis kapal collecting, tambah Thomson, merupakan bisnis yang sangat menggiurkan dan sangat menguntungkan, tidak ada ruginya.
“Coba kita hitung-hitungan keuntungan berapa besar penghasilan 1 kapal Colecting sekali berlayar. Jika membawa 300 KL BBM X 1000=300.000.000,00. Berarti sekali berlayar ongkos BBM saja sudah mencapai Rp300 juta. Nah, selain ongkos BBM, Kapal Colecting itu juga menerima ongkos titip angkut ikan dari nelayan tangkap. Kalau tidak salah, ongkos ikan per kg antara tiga ribu limaratus rupiah sampai dengan lima ribu rupiah. Jika seperti KM Cahaya Budi Makmur dengan daya angkut 300 Grosston (GT) maka pengahasilan sekali berlayar kita sederhanakan empat ribu rupiah per kg maka ongkos angkut ikan saja 4000X300= 1,2 miliar rupiah. Jadi ongkos bbm ditambah dengan ongkos ikan menjadi 1,5 miliar rupiah. Ini baru ongkos saja, belum dihitung seperti KM Cahaya Budi Makmur yang membeli dan mengangkut BBM subsidi dan menjualnya dengan harga resmi pertamina,” ujar Thomson.
Oleh karena itu Thomson meminta Kapolri mengawal Pengusutan KM Cahaya Budi Makmur sampai tuntas. “Inilah saat Kapolri menujukkan kinerjanya dalam pemberantasan penyalahgunaan BBM Subsisi yang pembiayaannya dari APBN. Bahkan boleh dibilang hasil mengutang,” pungkasnya.
Seperti pernyataan Menteri ESDM Arifin Tasrif baru-baru ini, pemerintah berisiko mengeluarkan dana Rp320 triliun untuk subsidi dan kompensasi BBM dan LPG.
“Itu belum termasuk listrik, mungkin listrik tidak sebesar itu," terang Menteri ESDM akhir pekan lalu.
Jika ditinjau kembali, dalam asumsi APBN saat ini harga minyak mentah Indonesia atau ICP dipatok sebesar US$63 per barel, dan perhitungan alokasi subsidi dan kompensasi BBM dan LPG sekitar Rp130 triliun. "Jadi ada Rp190 triliun yang harus bisa disiapkan kembali," ungkap Arifin.
Untuk mencegah penyalahgunaan BBM bersubsidi, Pertamina tengah memodernisasi sistem monitoring Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Selain itu, pemerintah juga akan menindak tegas pelaku penyalahgunaan BBM subsidi sebagaimana diatur dalam Pasal 55 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menyatakan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.
Sanksi serupa juga dinyatakan dalam Pasal 94 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.
Seperti diketahui sebelumnya Kapolres Sibolga, AKBP Taryono Raharja SH, SIK, telah mengungkapkan, enam tersangka pada kasus penangkapan KM Cahaya Budi Makmur yang didiga melakukan tidak pidana penyalahgunaan BBM jenis Solar Subsidi masing-masing adalah, TH (61), sebagai nahkoda kapal, K alias Y (35) sebagai wakil Nahkoda, AJN (34) sebagai Kwanca kapal, YA (37) sebagai wakil kwanca, AS (34), sebagai pembantu Kwanca, dan ST (39) sebagai perantara transaksi.
Sementara penyidik katanya sengan mengembangkan kepada pemilik kapal atau direktunya. “Kita berharap penyelidikan dan penyidikan tuntas!” pungkas Thomson. [stp]