Metrojakartanews.id | Proses lelang pengadaan barang/jasa Pembangunan Kantor Satuan Pelaksana (Satlak) Kecamatan Sudin Lingkungan Hidup (LH) Jakarta Pusat TA 2023 diduga sarat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Kelompok Kerja (Pokja) JP B Unit Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (UPPBJ) Jakarta Pusat disebut-sebut tidak profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada proses lelang proyek dengan nilai harga perkiraan sendiri (HPS) sebesar Rp4.559.394.600,00,-.
Baca Juga:
Proyek Saluran Pulomas Utara Disorot, Abdul Rauf Gaffar Terancam Dilaporkan ke APH
Dugaan ketidakprofesionalan Pokja B dalam menjalankan tugasnya disampaikan Direktur PT Arkananta Putra Persada, Poster Hutapea.
"Proses pembukaan evaluasi penawaran perusahaan kami dinyatakan gugur sepihak, tanpa memberikan kesempatan klarifikasi," ungkap Poster, Rabu (8/11/2023).
Alasan Pokja B, tanda tangan riwayat pengalaman kerja dan surat pernyataan tenaga personil pelaksana dan surat pernyataan personil kontruksi petugas, tidak sesuai dengan tanda tangan yang bersangkutan.
Baca Juga:
Biaya Rehab Gedung Kantor Sudin LH Jakut Diduga Mark-up, KPK Kemana?
Padahal, lanjutnya, dalam dokumen pengadaan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), dikatakan bahwa apabila ada data atau dokumen yang sekiranya meragukan, seharusnya POKJA B memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi, bukan berarti dengan sepihak mengambil keputusan.
Menurut Poster, Pokja B tidak memiliki keahlian dalam menilai keaslian tanda tangan karena dokumen yang disampaikan adalah hasil scan.
"Seharusnya Pokja B mengklarifikasi terlebih dahulu tentang keabsahan dokumen yang disampaikan, dan kami siap membuktikannya karena tenaga personil yang disampaikan saat upload SPH (surat penawaran harga-red) adalah karyawan menetap di kantor perusahaan kami," ujarnya.
Poster mengaku bahwa pihakny telah menyampaikan sanggahan kepada Pokja B dan tembusan ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kepala Inspektorat DKI Jakarta.
Namun, lanjutnya, Pokja B tetap memenangkan PT Putra Parsuratan Karya Utama dengan penawaran tertinggi 98.13% sebesar Rp. 4.474.286.601.07,-
"Sementara penawaran kami adalah 80 % sebesar Rp. 3.647.515.680,00,- maka patut diduga ada unsur KKN," pungkas Poster.
Saat wartawan metrojakarta.news melakukan investigasi ke lokasi proyek di Jl. Bungur Besar, Senen, Jakarta Pusat, para pekerja tidak memakai tenaga personel konstruksi K3.
Salah satu pekerja dan mengaku sebagai petugas K3, Surya mengatakan bahwa para kuli setiap pagi memakai sepatu boot, baju dan topi proyek. "Tetapi karena panas, mereka tidak memakainya, Mas," ujarnya kepada wartawan, Rabu (11/8)/2023).
Surya mengaku, setiap hari ada dua konsultan yang hadir, Ajad dan Aris. "Kalau Project Manager (PM) namanya Pak Dwi, teapi jarang datang, Mas. Kalau ngak salah baru 3 kali datang, mungkin sibuk di proyek lain, mas," akunya.
Ketua LSM Jaringan Masyarakat Anti Korupsi, Hobbin Marpaung, mengatakan telah lama mengetahui informasi. "Kita sudah menyampaikan surat klarifikasi ke Pokja B, namun sampai saat ini belum ada jawaban," ujarnya ketika ditemui di kantornya, Pejaten, Jaksel.
Hobbin menyebut, unsur dugaan indikasi KKN oleh Pokja B sangat jelas karena hasil evaluasi pembukaan penawaran ada 16 peserta yang memasukkan SPH.
15 peserta dinyatakan gugur tidak memenuhi syarat dengan alasan yang sama. Ada keanehan penetapan PT. Putra Parsuratan Karya Utama sebagai pemenang tender dengan penawaran tertinggi hampir mendekati nilai HPS 98 persen.
"Padahal masih banyak penawaran yang lebih rendah dan bisa menguntungkan negara," ucap Hobbin.
Hal ini, katanya, perlu ditindaklanjuti oleh Inspektorat agar dilakukan pemeriksaan secara administrasi dan disesuaikan dengan fakta di lapangan tentang identitas para tenaga personil sesuai isi dokumen pengadaan.
Hobbin menilai, Pokja B sudah menyalahi aturan Pepres tentang etika pengadaan barang/jasa dalam menjalankan tugasnya dan layak digugat ke pengadilan.
"Jika memang Pokja B ada keraguan tentang keabsahan tanda tangan, seharusnya peserta diklarifikasi sesuai aturan dan uji laboratorium sebagai bukti benar atau tidak tanda tangan. Jangan mengambil keputusan secara sepihak!" tegasnya.
Ketika dicoba dikonfirmasi oleh wartawan, Kepala UPBBJ Jakarta Pusat dan Kasudin LH tidak bersedia memberikan tanggapan. [Editor : Sahala Pangaribuan]