Metrojakartanews.id | Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah membuat regulasi yang melarang penyebaran paham Wahabi melalui majelis taklim, media online maupun media sosial di Indonesia.
Hal itu merupakan salah satu poin hasil rekomendasi eksternal dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Dakwah PBNU yang digelar di Asrama Haji Jakarta, 25-27 Oktober 2022.
Baca Juga:
PLN LAKSANAKAN GELAR PERALATAN DAN PASUKAN PEKERJAAN KONTRUKSI JARINGAN WILAYAH KERJA PROVINSI JAMBI TAHUN 2024
"Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah (dalam hal ini Kemenkopolhukam, Kemenkumham, Kemendagri, dan Kemenag) untuk membuat dan menetapkan regulasi yang melarang penyebaran ajaran Wahabiyah," demikian penggalan bunyi rekomendasi tersebut dikutip di laman resmi LD PBNU, Kamis (27/10/22).
Sebagai informasi, Wahabi adalah ideologi keagamaan dari Arab Saudi. Paham ini merupakan pemikiran Islam yang dibawa seorang cendekiawan Muhammad bin Abdul Wahab.
Pemikiran yang dibawanya ditujukan kepada pengikut yang berpegang teguh pada purifikasi atau kemurnian Islam ke bentuk asli sesuai teks Alquran dan Hadis. Namun, hal itu dilihat murni dalam artian mereka sendiri, di mana merasa hanya kelompoknya saja yang Islamnya paling benar.
Baca Juga:
Bawaslu Perintahkan KPU Tetapkan 2 Kader PKB yang Dibatalkan sebagai Calon Legislatif Terpilih
LD PBNU berpandangan kelompok yang mengikuti paham wahabi kerap menuding bid'ah hingga mengafirkan tradisi keagamaan yang dilakukan mayoritas umat Islam di Indonesia. Sehingga, pihaknya melihat masyarakat Islam di akar rumput kerap kali terjadi perdebatan.
Tak hanya itu, LD PBNU juga menilai paham wahabi ditengarai sebagai embrio munculnya paham radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.
"Jika hal tersebut dibiarkan, dikhawatirkan terjadi gesekan sosial, saling fitnah yang berakibat pada perpecahan, konflik sosal, munculnya kelompok yang menolak Pancasila dan NKRI, serta potensi kekerasan dan terorisme," bunyi rekomendasi tersebut.
Selain itu, LD PBNU juga memandang masih banyak kajian keislaman dan kegiatan keagamaan di masjid-masjid perkantoran diampu penceramah berpaham wahabi-salafi. Paham-paham itu, kata mereka, justru bertolak belakang dengan komitmen pemerintah untuk membangun moderasi beragama.
LD PBNU lantas meminta kepada Kementerian dan lembaga negara, direksi BUMN dan BUMD untuk melibatkan LD PBNU menyusun materi dan kurikulum dakwah dan kajian keislaman di masjid-masjid perkantoran tersebut.
"Lembaga Dakwah PBNU siap mendelegasikan para ustadz, dai, dan mubaligh yang berada di bawah naungan Lembaga Dakwah PBNU untuk menyampaikan materi kajian, tausiyah, ceramah, dan pembelajaran ilmu-ilmu keislaman sesuai kualifikasi, kapasitas dan kepakarannya," bunyi salah satu rekomendasi eksternal itu. [stp]