METROJAKARTANEWS.CO, Jakarta – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung diminta untuk bertindak melakukan pengecekan para kontaktor yang mendominasi pekerjaan proyek kontruksi di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) Propinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2025.
Desakan tersebut disampaikan Ketua LSM Topantara, Lamhot GM. Hal tersebut karena terkait dengan sejumlah temuan, dimana perusahaan-perusahaan kontruksi yang mengerjakan proyek bernilai miliaran rupiah di PRKP terindikasi melanggar aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah, yakni perusahaan yang kelebihan (over) sisa kemampuan paket (SKP).
Baca Juga:
Tak Hanya Banjir, Hujan di Jakarta Kini Juga Bawa Mikroplastik Berbahaya ke Udara
Pada hal menurut Lamhot GM, kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) yang memilih persahaan melalui e-purchasing yang paling bertangungjawab.
Dikatakan Lamhot GM, bila mengacu aturan tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah Peraturan Presiden No. 12 tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2021 tentang perubahan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 20220 tentang Peraturan Pelaksana Undang Undang No. 2 tahun 20217 tentang Jasa Kontruksi, satu perusahaan kontruksi hanya dapat melaksanakan paling banyak lima paket pekerjaan kontruksi di lingkungan pemerintahan (untuk kelas kecil) dalam satu tahun anggaran yang dikerjakan secara bersamaan. Sayangnya aturan tentang SKP ini, seolah tidak berlaku bagi segelintir pengusaha-pengusah kontruksi yang deikenal dengan para kontraktor.
Lamhot GM mengatakan, pihaknya telah menemukan salah satu perusahaan yang mengerjakan proyek kontruksi di Dinas PRKP Propinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2025 sudah melebihi SKP, yakni PT Buhid Pilar Persada (PT BPP).
Baca Juga:
Gubernur DKI Luruskan Isu Dana Mengendap Rp14,6 T: Buat Bayar Kewajiban Akhir Tahun
Diketahui, pada saat (PT BPP) di pilih KPA/PPK Dinas PRKP Propinsi DKI Jakarta untuk mengerjakan proyek Pemeliharaan berkala rumah susun 3 (penjaringan) dengan nilai kontrak Rp7.889.000.682 (tanggal penandatangan kontrak 19 Juli 2025) telah melebihi SKP.
Sebelumnya di tahun 2025 ini, PT BPP telah mendapatkan proyek kontruksi yang pertama dari Sudin PRKP Kota Jakarta Pusat (tanggal kontrak 17 Maret 2025). Kedua proyek kontruksi dari Sudin Sumber Daya Air (SDA) Kota Jakarta Selatan (tanggal kontrak 21 Maret 2025). Ketiga proyek kontruksi dari Sudin PRKP Kota Jakarta Utara (tanggal kontrak 16 April 2025). Keempat proyek kontruksi dari Sudin SDA Kota Jakarta Utara (tanggal kontrak 10 Juni 2025). Kelima proyek kontruksi dari Sudin Bina Marga Kota Jakarta Utara (tanggal kontrak 30 Juni 2025). Keenam proyek kontruksi dari Dinas Bina Marga Propinsi DKI Jakarta (tanggal kontrak 15 Juli 2025).
“Seharusnya sesuai aturan, kalau KPA/PPK Dinas PRPK Propinsi DKI Jakarta tidak lagi memilih PT BPP untuk mengerjakan proyek pemeliharaan berkala rumah susun 3 (Penjaringan), kecuali ada persekongkolan diantara para pihak,” kata Lamhot GM.
Gubernur Diminta Cek Pengusaha Kontruksi yang Mendominasi di Dinas PRKP Propinsi DKI Jakarta
Ditengah penyerapan anggaran APBD Tahun 2025 Pemerintah Propuinsi DKI Jakarta, Lamhot GM mendesak Gubernur Pramono Anung untuk mengecek para pengusaha kontruksi di Dinas PRKP Propinsi DKI Jakarta.
Sebab katanya, proyek-proyek kontruksi bernilai ratusan miliar di dominasi oleh orang-orang tertentu saja.
“Seorang pengusaha bisa mendapat proyek sampai puluhan hingga ratusan miliar. Caranya si pengusaha meminjam perusahaan orang lain sebanyak-banyaknya, bahkan bukan memakai perusahaanya sendiri, untuk mengelabui pemeriksaan atau audit dari inspektorat atau BPK. Hanya bermodalkan surat kuasa direksi, pada hal metode pinjam perusahaan tidak dibenarkan dalam aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah,” kata Lamhot GM.
Praktik penguasaan proyek oleh seorang pengusaha kontruksi di Dinas PRKP Propinsi DKI Jakarta sangat memungkimkan, pasalnya aturan pemilihan penyedia kontruksi dilakukan melalui e-purchasing.
“E-purchasing ibarat suka dan tidak suka, kalau pengguna anggaran suka maka pengguna anggaran dalam hal ini PPK atau KPA akan meng-klik (memilih). Kalau tidak suka selengkap apapun dan semurah apapun produk yang ditawarkan di etalase portal LPSE, jangan harap dipilih. Proses dan cara cara peyedia agar suka (meng-klik) itu yang menjadi celah terjadinya kongkalikong dan pengaturan harga,” beber Lamhot GM.
Lamhot mengatakan, sesorang pengusaha kontruksi berinisial “IS” sudah menjadi rahasia umum dikalangan pengusaha kontruksi di Jakarta, menjadi salah satu pengusaha yang mendominasi pekerjaan proyek di Dinas PRKP Propinsi DKI Jakarta.
“PT BPP yang mengerjakan proyek pemeliharaan berkala rumah susun 3 (Penjaringan) dengan kontrak Rp7.889.000.682, kami duga kuat perusahaan pinjaman dibawah penguasaan saudara “IS”, tutur Lamhot GM.
Terpisah, pejabat pembuat komitmen (PPK) Dinas PRKP Propinsi DKI Jakarta, Hendri S, dikonfirmasi melalui perpesan WhatsApp terkait temuan LSM Topantara, hingga berita ini ditayang, Senin (3/11/2025), meskipun sudah di baca, Hendri S, tidak memberikan komentar.
Meski sudah menyalahi aturan, PPK Dinas PRKP Propinsi DKI Jakarta, Hendri S, tidak menganggap menjadi persoalan yang serius. Seolah persoalan over SKP hanya bersifat kesalahan administrasi saja, pada hal sesungguhnya, dibalik “drama” pemiilhan perusahan penyedia kontruksi melalui e-phurcasing menyimpan berbagai polemik, dugaan adanya setoran kepada penyedia sampai kepada pengaturan penawaran harga.
Disisi lain, akibat proyek yang hanya dikuasai oleh segelintir pengusaha, akan berpengaruh kepada pengusaha-pengusaha kontruksi lainnya. Akibatnya pemerataan ekonomi tidak tercapai, sebab dalam pembelanjaan proyek kontruksi yang dibiayaai dari APBD DKI Jakarta hanya dikelola oleh pengusaha-pengusaha tertentu saja.
[Redaktur: Jupri Sianturi]