MetroJakartaNews.id | KRT Tohom Purba, selaku Kuasa Hukum Japto Soerjosoemarno, kembali mengingatkan Wanda Hamidah untuk tidak menyebar fitnah soal intimidasi terhadap penghuni yang sudah pindah secara sukarela dari tanah milik kliennya di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.
"Saya ingatkan kembali, Wanda Hamidah untuk tidak menyebarkan fitnah. Penghuni yang lain pindah atas keinginan dan kemauan mereka, dan sudah menerima biaya kerohiman sesuai dengan kesepakatan dan telah diketahui Walikota Jakarta Pusat," ujar Tohom kepada WahanaNews.co, Jumat (21/10/22).
Baca Juga:
Ridwan Kamil Ucapkan Terima Kasih atas Dukungan Pemuda Pancasila di Pilkada DKI Jakarta
Diberitakan sebelumnya, Wanda Hamidah kembali mengunggah kondisi terakhir kediamannya yang dikosongkan secara paksa oleh Pemerintah Kota Jakarta Pusat, Kamis (13/10/2022).
Dalam unggahanya pada Jumat (14/10), Wanda memperlihatkan area rumahnya yang sudah dipasang plang berwarna putih bertuliskan tanah milik Japto Soerjosoemarno beserta nomor hak guna bangunan (HGB) tanah.
Tohom, dengan tegas menyebut mereka berhak memasang plang di lahan. Ia mengklaim bahwa pemilik HGB rumah yang ditempati keluarga artis Wanda Hamidah merupakan milik kliennya dan sudah berkekuatan hukum yang diakui BPN Jakarta.
Baca Juga:
Pemuda Pancasila DKI Jakarta Deklarasikan Dukungan untuk Pasangan Ridwan Kamil-Suswono
"Lahan itu hak milik Pak Japto Soerjosoemarno, itu berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dikeluarkan BPN Jakarta. Buktinya sudah cukup kuat," tegas Tohom yang juga Sekretaris Pusat BPPH Pemuda Pancasila itu.
Terkait peristiwa yang disebut-sebut sebagai tindakan kesewenang-wenangan pengosongan kediaman Wanda Hamidah, Tohom menyampaikan bahwa kliennya adalah pemegang SHGB Nomor 1000/Cikini dan 1001/Cikini dari lahan yang dihuni keluarga Wanda Hamidah.
“Kami merasa perlu menyampaikan klarifikasi, pelurusan, dan penjelasan agar tidak terjadi kesimpangsiuran informasi,” kata Tohom melalui keterangan tertulisnya, yang diterima redaksi, Sabtu (15/10/2022).
Tohom memaparkan, rumah yang ditempati keluarga Wanda Hamidah atas nama Hamid Husen tersebut berdiri di atas lahan milik pemerintah, yang SHGB-nya sudah tercatat atas nama Japto Soelistjo Soerjosoemarno sejak tahun 2012 lalu hingga 2032 mendatang.
“Hamid Husen mendalilkan menempati lahan tersebut berdasarkan SIP atau Surat Izin Penghunian atas nama Syech Abubakar, yang dikeluarkan Dinas Perumahan dan masa berlakunya sudah berakhir sejak 3 Februari 2009,” kata Tohom.
Dengan demikian, nama Hamid Husen tidak tercatat memiliki dasar atau riwayat perolehan atas tindakan penghunian yang dilakukannya.
Berkaca dari fakta-fakta dokumentatif tersebut, lanjut Tohom, maka penggunaan istilah sewenang-wenang pun jadi tidak tepat, karena sebetulnya keluarga Wanda Hamidah atas nama Hamid Husen itu sudah diberi kesempatan untuk menempati lahan tanpa alas hak yang sah selama sekitar 13 tahun (2009-2022).
“Pemkot Jakarta Pusat, Pemprov DKI Jakarta, maupun Bapak Japto Soelistjo Soerjosoemarno sudah memberikan informasi, waktu, dan kesempatan yang cukup kepada Hamid Husen untuk melakukan pengosongan lahan berdasarkan inisiatif dan kesadarannya sendiri,” kata Tohom.
Antara lain sudah memberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Namun semuanya itu sama sekali tidak diindahkan oleh Hamid Husen.
Pemkot Jakarta Pusat pun, sambung Tohom, sudah melayangkan undangan Rapat Koordinasi sekaligus mediasi antara Hamid Husen dengan Japto Soelistjo Soerjosoemarno. Namun Hamid Husen atau perwakilannya tidak hadir memenuhi undangan tersebut.
“Maka, sebetulnya, seandainya Hamid Husen bisa menunjukkan alas haknya yang sah atas lahan yang dikuasainya tersebut, kami yakin tindakan pengosongan paksa itu pasti tidak akan pernah dilaksanakan,” kata Tohom.
Karena Hamid Husen tidak memiliki alas hak yang sah atas lahan yang dikuasainya tersebut, sebagaimana yang dimiliki oleh Japto, maka ini tidaklah termasuk dalam kategori persengketaan yang membutuhkan putusan pengadilan.
Tohom mengingatkan pada keluarga Wanda Hamidah untuk tidak melontarkan pernyataan-pernyataan berbau fitnah terhadap kliennya, baik melalui berbagai platform media sosial ataupun media massa, karena tindakan semacam demikian memiliki risiko dan konsekuensi hukum tersendiri.
“Ketimbang melakukan langkah-langkah yang sudah tidak relevan lagi dengan persoalan, sebaiknya pihak Hamid Husen mematuhi saja regulasi-regulasi yang berlaku, bila memang tidak memiliki bukti alas hak yang seimbang dengan yang dimiliki klien kami atas lahan tersebut,” pungkas Tohom. [stp]