METROJAKARTANEWS.ID, Jakarta - Tulisan artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel sebelumnya berjudul “Banyak Masalah Jakarta: Fokus Terlebih Dahulu pada Dishub DKI, TransJakarta, MRT, dan LRT Jakarta.” Uraian detail mengenai persoalan tersebut akan saya sampaikan secara bertahap.
Untuk edisi kali ini, saya langsung to the point mengusulkan kepada Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo dan Wakil Gubernur Rano Karno. Usulan sederhana ini meminta agar mempertimbangkan pergantian atau rotasi Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) DKI Jakarta, Syafrin Liputo, yang telah menjabat lebih dari enam tahun.
Baca Juga:
Soal Kredit Macet Otomotif, Perusahaan Leasing Buka-bukaan
Mungkin tidak ada pihak lain—baik dari luar, DPRD, maupun dari lingkungan ASN atau para pembantu gubernur—yang berani menyampaikan usulan ini, entah karena enggan, sungkan, atau memiliki berbagai kepentingan tertentu. Bisa jadi ada pertimbangan pribadi atau kedekatan yang membuat mereka merasa tidak nyaman membicarakan hal ini.
Namun bagi saya, hal tersebut sangat mendesak untuk disampaikan langsung kepada Gubernur Pramono dan Wakil Gubernur Rano karena menyangkut kepentingan ASN. Selain itu, hal ini juga berkaitan erat dengan keberlangsungan tata kelola Pemprov DKI Jakarta serta kepentingan masyarakat Jakarta, tanpa sedikit pun membawa kepentingan pribadi.
Dalam konteks ini, saya tentu tidak bermaksud mengajari bebek berenang khususnya kepada Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo. Beliau adalah tokoh politik senior dengan pengalaman birokrasi yang kuat di tingkat nasional, serta memiliki rekam jejak panjang dalam berbagai bidang strategis.
Baca Juga:
Atasi Kemacetan, Pemkab Tangerang Siap Dukung Perluasan Transjabodetabek
Yang pasti, Gubernur Pramono sangat memahami pentingnya merit system serta perlunya pergantian atau rotasi pejabat sebagai bentuk penyegaran dalam birokrasi modern. Beliau mafhum dalam urusan penataan birokrasi yang profesional dan adaptif.
Sejalan dengan itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno, atau Bang Doel, juga memahami pentingnya rotasi jabatan dalam lingkup pemerintahan daerah. Pengalaman panjangnya di pemerintahan—mulai dari menjabat sebagai Wakil Bupati Tangerang, Wakil Gubernur, hingga Gubernur Banten—menunjukkan kapasitasnya dalam mengelola organisasi pemerintahan yang dinamis.
Seluruh pengalaman tersebut menjadi dasar kuat untuk meyakini bahwa Bang Doel memahami pentingnya rotasi pejabat. Hal ini menjadi penting karena merupakan bagian yang sangat krusial dalam tata kelola pemerintahan yang sehat di tingkat daerah.
Sebagai rujukan logis, organisasi solid seperti TNI dan Polri dapat dijadikan contoh. Kedua institusi tersebut dikenal konsisten menerapkan pola mutasi, rotasi, dan pergantian pejabat secara teratur untuk menjaga kinerja organisasi dan memperkuat efektivitas lembaga. Mekanisme inilah yang seharusnya menginspirasi pemerintah daerah dalam membangun birokrasi yang profesional dan adaptif.
Syafrin mulai menjabat sebagai Kadishub DKI sejak era Gubernur Anies Baswedan, berlanjut pada masa Penjabat Gubernur Heru Budi Hartono dan Teguh Setyabudi. Pada masa Gubernur Pramono Anung Wibowo, hasil Pilkada 2024–2029, yang telah hampir sembilan bulan menjabat, Kadishub DKI Syafrin masih belum tergantikan.
Masa jabatan Kadishub DKI Jakarta, Syafrin Liputo, yang telah melebihi enam tahun—bahkan melampaui masa jabatan gubernur itu sendiri—secara rasional sudah perlu dievaluasi. Dalam tata kelola pemerintahan yang sehat dan dinamis, pergantian pejabat pada instansi strategis seperti Dinas Perhubungan penting dilakukan untuk menyegarkan kinerja. Pergantian juga dapat menghadirkan energi baru serta menjaga keberlanjutan merit system melalui regenerasi kepemimpinan.
Masalah lain dari lamanya masa jabatan Kadishub DKI Jakarta adalah potensi munculnya “raja kecil” di lingkungan Dishub. Kondisi seperti ini juga berpotensi dapat menimbulkan kepemimpinan yang terlalu sentralistik dan membuka ruang bagi praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Selain itu, masa jabatan Syafrin Liputo yang telah berlangsung lebih dari enam tahun juga dapat dipandang sebagai kegagalan Pemprov DKI Jakarta dalam melakukan pembinaan terhadap pejabat karier lainnya. Seolah-olah tidak ada lagi pejabat yang mampu menggantikan posisi tersebut. Apabila kondisi ini benar terjadi, maka hal tersebut menunjukkan adanya masalah serius dalam tata kelola dan manajemen birokrasi di Pemprov DKI Jakarta.
Singkatnya, masa jabatan yang terlalu lama berpotensi menimbulkan kejenuhan dan kebosanan dalam birokrasi serta menciptakan stagnasi. Siklus kebijakan dapat menjadi repetitif, kreativitas terhambat, dan inovasi baru sulit muncul. Jika pejabat tidak mengalami rotasi, ruang bagi masuknya gagasan segar dari generasi baru birokrat juga dapat semakin menyempit.
Sementara itu, pegawai lain berpotensi kehilangan motivasi karena perkembangan karier mereka terasa tersendat ketika posisi puncak tidak berubah dalam jangka waktu panjang. Hal ini dapat melemahkan sistem merit yang seharusnya memberikan kesempatan adil bagi ASN berprestasi untuk naik kelas.
Dari sisi keadilan karier, pergantian juga penting untuk Syafrin sendiri. Walaupun telah memegang jabatan eselon II selama lebih dari enam tahun, rekam jejak kariernya belum memperlihatkan pengalaman di jabatan eselon II lainnya. Memberikan peluang baginya untuk mengisi posisi berbeda — seperti Asisten Sekda atau Asisten Deputi Gubernur — justru menjadi bagian dari pengembangan karier yang sehat dan mencegah terjadinya stagnasi profesional.
Pengangkatan Syafrin sebagai Kadishub DKI melalui mekanisme lelang jabatan terbuka pada 8 Juli 2019 menunjukkan bahwa ia terpilih secara kompetitif. Saat itu ada tiga kandidat terbaik: Sigit Wijatmoko, Syafrin Liputo, dan Massdes Arouffy.
Ketika itu, mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memilih dan menetapkan Syafrin sebagai pejabat definitif Kadishub DKI Jakarta. Diketahui bahwa Syafrin juga telah menempuh masa jabatan yang panjang di berbagai posisi, mulai dari kariernya di Dishub DKI sejak tahun 2000, kemudian bertugas di BPTJ dan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, hingga menjabat sebagai Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat wilayah Bali dan NTB.
Selama lebih dari enam tahun menjabat sebagai Kadishub DKI Jakarta, Syafrin telah mengelola anggaran publik dari APBD DKI Jakarta dalam jumlah triliunan rupiah. Dalam hal ini, masyarakat berhak mengetahui total anggaran yang dikelola, bagaimana penggunaannya, serta sejauh mana relevansinya dengan hasil yang dicapai.
Pertanyaan penting adalah apakah dana tersebut telah benar-benar mengatasi kemacetan, mempercepat implementasi ERP, dan menyelesaikan berbagai persoalan transportasi Jakarta. Transparansi pengelolaan anggaran menjadi kebutuhan publik yang tidak boleh diabaikan.
Di tengah berbagai program yang telah dijalankan, kebutuhan penyegaran kepemimpinan tetap kuat. Terlalu lamanya masa jabatan dapat menimbulkan kecenderungan stagnasi dalam penyusunan kebijakan jangka panjang.
Dalam konteks tersebut, aspirasi baru dari warga, akademisi, dan birokrat muda mungkin tidak terserap secara optimal apabila struktur kepemimpinan terkesan terlalu mapan. Padahal, tantangan transportasi Jakarta terus berkembang, mulai dari kemacetan kronis, polusi udara, hingga kebutuhan integrasi lintas moda dan digitalisasi layanan.
Pergantian pimpinan Kadishub DKI juga merupakan perwujudan dari sistem merit. Selain itu, menjadi penting bahwa jabatan strategis tidak hanya dijaga demi stabilitas, tetapi juga harus memberikan ruang bagi pemimpin baru dengan energi dan gagasan yang berbeda. Hal ini bukan berarti menilai Syafrin tidak layak, melainkan justru bentuk penghargaan atas kompetensinya sekaligus membuka peluang karier yang lebih luas baginya. Rotasi jabatan dapat menjadi momentum konstruktif bagi semua pihak.
Secara prinsip good governance, posisi Kadishub DKI sangat strategis karena berkaitan langsung dengan pelayanan publik, pengaturan lalu lintas, angkutan umum, dan kebijakan lingkungan seperti uji emisi. Pergantian kepemimpinan dapat menjadi titik awal untuk merumuskan agenda transportasi yang lebih modern, adaptif, dan visioner. Pemimpin baru dapat membuka ruang dialog lebih luas untuk menyerap saran dari masyarakat dan pemangku kepentingan, sehingga kebijakan yang lahir lebih responsif terhadap tantangan masa kini.
Pergantian pejabat tentu harus dilakukan secara objektif dan profesional. Pelaksanaan lelang jabatan terbuka, penilaian kinerja yang terukur, dan proses evaluasi menyeluruh menjadi dasar penting agar keputusan Gubernur tetap kredibel.
Oleh karena itu, perlu bagi Gubernur Pramono dan Wakil Gubernur Rano Karno melakukan evaluasi komprehensif terhadap kinerja Kadishub DKI Jakarta, Syafrin Liputo. Semua capaian kinerja — mulai dari aspek teknis, inovasi kebijakan, manajemen anggaran, hingga kepemimpinan — perlu dinilai secara menyeluruh. Dengan demikian, keputusan apa pun yang diambil akan memiliki landasan kuat dan berorientasi pada perbaikan.
Dalam konteks ini, dapat disimpulkan bahwa Gubernur Pramono dan Wakil Gubernur Rano memiliki alasan yang cukup kuat untuk mempertimbangkan pergantian Kadishub DKI Safrin Liputo. Hal ini bukan semata soal evaluasi individu, tetapi juga bagian dari pembaruan birokrasi, penyegaran organisasi, penegakan merit system, serta peluang regenerasi yang lebih adil.
Dengan mempertimbangkan pergantian atau rotasi pejabat Kadishub DKI Jakarta tersebut, Duet Gubernur Pramono dan Wakil Gubernur Rano dapat menghadirkan suasana penyegaran baru yang bermanfaat bagi semua pihak. Langkah ini juga menegaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta berkomitmen pada tata kelola birokrasi dan pemerintahan yang dinamis, profesional, dan visioner demi masa depan transportasi Ibu Kota yang lebih modern, efisien, dan inklusif.
[Redaktur: Alpredo Gultom]