Menurutnya, sebelum PLTSa digaungkan, sudah ada dan berjalan baik pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif Refuse Derived Fuel (RDF) di beberapa daerah. Dengan biaya pembangunan yang lebih murah, hanya membutuhkan Rp900 Miliar dengan kemampuan mengolah sampah 1.000 ton per hari.
RDF yang dihasilkan menjadi sumber pendapatan Negara/daerah. RDF dijual ke pabrik semen sebagai pengganti batu bara. Nilainya bisa mencapai Rp83 triliun, dari 33 RDF Plant selama kurun waktu 30 tahun.
Baca Juga:
Airlangga Bocorkan Aturan Baru Skema Penyaluran KUR, Mulai Berlaku Tahun Depan
Beberapa RDF yang telah diresmikan oleh para pejabat tinggi Negara. Antara lain, Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, pada 31 Juli 2025, meresmikan Fasilitas Sampah Terpadu RFD di Kabupaten Sukabumi.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan meresmikan Fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) Cilacap pada 21 Juli 2020, yang juga dihadiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri ESDM, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Bupati Cilacap, Bupati Banyumas, Dirjen PSLB3 KLHK, Dirjen Cipta Karya PUPR, Deputi BPPT, Dirut PT Solusi Bangun Indonesia, Dirut PT Pertamina.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, juga sudah sukses membangun RDF Plant di Bantar Gebang dan di Rorotan. Bantar Gebang menghasilkan RDF 875 ton per hari. RDF Plant yang diresmikan oleh PJ Gubernur DKI Jakara Heru Budi tersebut, melakukan pengiriman perdana ke Indocement pada 27 Juni 2023. Harga RDF yang disepakati Rp360.000 per ton.
Baca Juga:
BPI Danantara Berencana Investasi di Proyek SGAR Fase 2 Mempawah Kalimantan Barat
Pemerintah Kabupaten Sumenep pada 6 November 2025, melakukan penanta tanganan kerja sama pemanfaat sampah perkotaan dengan PT Solusi Bangun Indonesa Tbk, anak usaha PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Sekaligus melakukan pengiriman RDF perdana dari Kabupaten Sumenep ke PT Solusi Bangun Indonesia di Tuban, Jawa Timur.
“Harusnya, BPI Danantara, melihat keberhasilan berbagai pembanguan RDF tersebut. Juga mempertimbangkan biaya pembangunan RDF yang jauh lebih murah dibanding PLTSa. Serta RDF yang dapat menjadi sumber pendapatan daerah. Tidak mempertimbangkan barang yang lebih ekonomis, dan menjadi sumber penghasilan, patut dicurigai dan berpotensi koruptif. Sekali lagi, BPI Danantara harus membatalkan proyek PLTSa tersebut. Uang rakyat harus diselamatkan,” ujar Mikler tegas.
[Redaktur: Jupri Sianturi]