MetroJakartaNews.id | Saksi persidangan penerbitan sertifikat tanah di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Hendra Iskandar, dari Kantor Notaris Slamet Musyanto, SH diduga menjadi bagian dari mafia penerbitan sertifikat tanah.
Hendra bersama terdakwa Aspah Supriadi, Eko Budianto dan Muhammad Bilal diduga yang telah mensertfikatkan tanah H Waluyo, di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara menjadi atas nama Aspah Supriadi, dua tahun lalu (2020).
Baca Juga:
Kasus Ibu Guru di Klaten Tipu Perusahaan Korea Rp2,1 M Hingga Dieksekusi Tim Kejari
Dalam sidang, jaksa penuntut umum (JPU) Yerick Sinaga, SH dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta telah menghadirkan 9 saksi kepersidangan sampai persidangan ketiga, Senin (10/10/2022).
Tetapi lima dari saksi yang sudah didengarkan keterangannya di hadapan persidangan itu diduga adalah bagian dari mafia tanah. Karena dari keterangan kelima saksi itulah diketahui bahwa yang memuluskan terbitnya sertifikat tanah atas nama terdakwa H Aspah Supriadi itu diterbitkan.
Keterangan saksi Hendra, yang menandatangan Surat Keterangan Akte Jual Beli (AJB) atas nama Aspah Supriadi terdaftar di Notaris Slamet Musyanto, SH., tanggal 12 Oktober 2020.
Baca Juga:
Kementerian ATR/BPN Gandeng Lembaga Penegak Hukum Berantas Mafia Tanah
Padahal Notaris Slamet Musyanto, SH saat itu sudah almarhum. Selain itu, surat keterangan itu dibuat setelah terbitnya sertifikat.
Menurut keterangan Hendra, dia dimintai tolong oleh terdakwa Aspah Supriadi datang ke rumahnya untuk membuat surat keterangan terdaftar sehari sebelum penandatangan surat ketrangan.
“Saya diundang datang ke rumah Pak H Aspah Supriadi untuk menandatangani surat keterangan terdaftar tersebut. Beliau datang ke kantor sehari sebelum penandatangan surat keterangan terdaftar itu ditandatangani di rumah Pak H Aspah Supriadi,” ujar Hendra menjawab Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam persidangan di ruang utama lantai III, Gedung PN Jakarta Utara, Jl. Gajah Mada No.17, Jakarta Pusat.
Hendra mengaku bahwa dia tidak mengetahui terdaftar atau tidak terdaftarnya AJB atas nama Aspah Surpiadi itu di Kantor Notaris Slamet Musyanto, SH.
Hendra juga mengaku bahwa saat di BAP penyidik dia sudah mencabut surat keterangan itu. “Penyidik sudah menyarankan saya supaya mencabut surat keterangan itu. Dan sudah saya cabut,” tambah Hendra.
Untuk diketahu bahwa surat keterangan terdaftar tersebut dibuat pada tanggal 12 Oktober 2020, padahal sertifikat atas nama Aspah Supriadi itu terbit pada Janurai 2020. Jadi sertifikat sudah diterbitkan baru kemudian dokumen/surat ketrangan terdaftar sebagai kelengkapan penerbitan sertifikat dikeluarkan.
Padahal, sesuai Satandar Operasional Prosedur (SOP) penerbitan sertifikat tanah di BPN adalah, 1. Fotokopi girik atau Letter C yang dimiliki; 2. Akta Jual Beli Tanah; 3. Surat Riwayat Tanah; 4. Surat Pernyataan Tidak Sengketa.
Tahap selanjutnya adalah membayar biaya pengukuran tanah dan pendaftaran sertifikat tanah.
Ketika sudah mendapat permohonan membuat sertifikat, petugas ukur dari BPN akan melakukan pengukuran tanah dan memasang tanda batas tanah.
Dalam proses tersebut, pemilik tanah wajib hadir sebagai saksi. Hasil dari pengukuran akan diproses dan dilanjutkan untuk membuat surat keputusan sertifikat tanah dari kantor BPN.
Setelah pengukuran tanah, yang mengajukan akan mendapatkan data Surat Ukur Tanah. Serahkan surat tersebut untuk melengkapi dokumen yang telah ada. Setelah itu hanya perlu bersabar menunggu dikeluarkannya surat keputusan.
Dua saksi lainnya yang dihadirkan JPU dalam sidang, Cahyo Hudoyono (mantan Lurah Semper Timur), Kriswanto (Kasi Pemerintahan Kelurahan Semper Barat).
Terdakwa Aspah Supriadi (pemillik sertifikat yang diterbitkan), Muhammad Bilal (Ketua Tim PTSL), Eko Budianto (anggota Tim PTSL), didakwan melangar Pasal 263, 264 dan 266 KUHP karena telah memalsukan atau membuat keterangan palsu dalam penertbitan sertifikat atas nama Aspah Supridi dengan ancaman pidana 6 tahun penjara. [stp]