MetroJakartaNews.id | Sudah tujuh saksi diperiksa di persidangan penerbitan sertifikat tanah H. Waluyo menjadi atas nama Aspah Supriadi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dengan terdakwa Aspah Supriadi, Eko Budianto dan Muhammad Bilal.
Diduga, ketujuh saksi menjadi bagian dari jaringan mafia tanah yang menerbitkan sertifikat tanah dan diminta dijadikan tersangka
Baca Juga:
Menteri AHY Ungkap 2 Kasus Mafia Tanah di Jabar Rugikan Negara Rp3,6 triliun
Sunanto Adi Saputra dan Gagat Trio S, dua dari 6 orang saksi yang diperiksa, Kamis 13 Oktober 2022, adalah PNS di BPN Jakarta Utara yang diduga bagian dari sindikat tanah yang memuluskan terbitnya lima sertifikat tanah atas nama Aspah Supriadi.
Pasalnya, keduanya mengakui menerima uang Rp90 juta rupiah dari Budi. Budi juga dijadikan saksi dalam perkara ini, tetapi belum memenuhi panggilan untuk bersaksi.
Sunanto menerima uang dari budi Rp40 juta. Tetapi uang itu diakui sudah dikembalikan ke Budi, tiga bulan berikutnya. Sementara Gagat mengaku menerima Rp50 juta rupiah dari Eko, dan tidak mengembalikan uang itu sampai saat ini.
Baca Juga:
Nirina Zubir Penasaran Bukti Baru Eks ART Rebut Empat Sertifikat Tanah
Sunanto, Gagat dan terdakwa Muhammad Bilal lah yang menandatangani formulir untuk penerbitan sertipkat tanah yang diajukan melalui Panitia PTSL, BPN Jakarta Utara.
Karena dalam formulir pengajuan sertifikat melalui PTSL itu ada 3 penandatangan yaitu masing-masing; Ketua Panitia PTSL Muhammad Bilal, Wakil Ketua Yuridis Sunanto Adi Saputra, Wakil Ketua Bidang Fisik Gagat Trio S.
Atas rekomendasi dari tandatangan ketiga pegawai BPN tersebutlah maka terbitlah srtifikat yang diajukan melalui Panitia PTSL.
Dari pengamatan wartawan, Sunanto, dalam memberikan keterangan selalu berbelit-belit. Dia mengaku bahwa dokumen belum lengkap, tetapi surat rekomendasi sudah ditandatanganinya. Akhirnya dia dikejar terus oleh majelis hakim sampai adanya pengakuan yang jujur.
Sementara saksi Benhard, mantan Lurah Semper Barat tahun 2016-2021, mengakui pernah menandatangani surat PM1. Tetapi saat ditandatangani, surat itu belum dinomori. Dan surat yang ditandatangani yang belum dinomori itu disobeknya lagi.
“Apakah tandatangan yang ada disurat ini adalah tandatangan saudara saksi? Disini ada tandatangan Lurah Semper Barat atas nama Benhard, apakah ini tandatangan saksi?” tanya Ketua Majelis Hakim kepada Benhard.
Setelah disaksikan secara bersama, JPU, terdakwa dan pensehat hukum terdakwa, Saksi Benhard mengakui bahwa tandatangan yang ada di surat itu adalah tandatangannya.
“Surat yang saya tandatangani itu saat itu langsung saya sobek. Dan saya sampaikan supaya Lurah Semper Timur bersurat secara resmi ke Lurah Semper Barat, baru nanti Lurah Semper Barat yang membalas ke Lurah Semper Timur, ” ujar saksi Benhard, dan juga menyampaikan keheranannya dengan surat yang sudah disobek itu muncul lagi.
Menyaksikan proses persidangan, Direktur Hubungan Antar Kelembagaan Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI), Thomson Gultom, mengatakan bahwa tujuh saksi yang sudah diperiksa berperan kuat untuk memuluskan terbitnya lima sertifikat tanah atas nama terdakwa Aspah Supriadi.
“Setelah saya ikuti persidangan kasus mafia tanah ini, tujuh saksi yang sudah diperiksa dipersidangan cukup berpotensi sebagai terdakwa," ungkap Thomson.
Ketujuh saksi yaitu, Sunanto Adi Saputra (terima Rp40 juta), Gagat Trio S (terima Rp50 juta), yang baru diperiksa.
Kemudian saksi yang sudah diperiksa sebelumnya, Hendra Iskandar dari Kantor Notaris Slamet Musyanto, SH (yang membuat surat terdaftar), Sarifudin (saksi tidak sengketa), Jarwanto (saksi ahli waris Djintong alias Gegang), Makmun (saksi lingkungan menggantikan RT karena tidak mau hadir), dan Tamin (yang mebuat patok-patok di lokasi).
Dia menghimbau penyidik agar mengembangkan kasus penyerobotan atau pemalsuan dokumen tanah milik H Waluyo ini. “Penyidik harus profesional, tujuh saksi itu seharusnya jadi tersangka,” pungkasnya.
JPU Yerick Sinaga, SH dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mendakwa dan menjerat Terdakwa Aspah Supriadi, terdakwa Muhammad Bilal Eko Budianto didakwan melangar Pasal 263, 264 dan 266 KUHP karena telah memalsukan atau membuat keterangan palsu dalam penertbitan lima sertifikat atas nama Aspah Supridi dengan ancaman pidana 6 tahun penjara. [stp]