MetroJakartaNews.id | Persidangan perkara pidana No. 1396 / Pid.B / 2021 / Pn. Tng dengan terdakwa pasal 263 KUHP, Alex Co Krojoyo, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Banten, Rabu (19/10/2022).
Terdakwa dan penasehat hukumnya menghadirkan saksi meringankan, Benny Cokro Prawiro, pada sidang yang dipimpin Hakim Ketua Arif Budi Cahyono, SH dengan Hakim Anggota, Raden Roro Endang Dwi Handayani, SH dan Fatjul Mujib, SH.
Baca Juga:
Akibat Pungli Rp160 Juta, Mantan Lurah di Semarang Dihukum 4 Tahun
Dalam keterangannya, Benny Cokro Prawiro, menyampaikan apa yang diketahuinya hanya dari cerita terdakwa Alex Co Krojoyo. Tidak ada keterangan yang dialami dan disaksikan sendiri.
Benny mengatakan tidak kenal Jonhson, Musmudin Raoes Siregar dan Feny Kurniawan. "Saya mengetahui adanya perkara perdata sampai tingkat peninjauan kembali yang menolak gugatan perlawanan dalam perkara perdata yang dilakukan oleh saudata Jonhson, hanya dari cerita terdakwa sendiri,” ujar Benny menjawab pertanyaan majelis hakim maupun penasehat hukum terdakwa.
Benny menyampaikan bahwa dia juga tidak mengetahui sama sekali terkait Akta Kuasa Menjual, dan hanya sekedar tahu dari cerita terdakwa membeli tanah seharga Rp3 Miliar dengan lima kali mencicil.
Baca Juga:
Polisi Minta Uang Damai Rp50 Juta Kasus Guru Supriyani Diperiksa Propam
“Tidak pernah melihat Akta Kuasa Menjual!” jawabnya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Adib Fahri Dilli, SH dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tangerang mendudukkan terdakwa Alek Co Krojoyo di kursi pesakitan PN Tangerang karena didakwa memalsukan surat Akta Kuasa Menjual dan Perikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB) yang dibuat dihadapan Notaris Sistke Limowo, SH, Notaris di Makasar.
Pada persidangan sebelumnya, Sistke Limowo, SH, menerangkan bahwa tidak pernah sama sekali membuat Akta Kuasa Menjual antara Feny Kurniawan selaku pemilik delapan sertifikat bidang tanah dengan Musmudin Raoes Siregar.
"Saya tidak kenal sama sekali dengan Musmudin Raoes Siregar," jawab Sistke pada persidangan sebelumnya.
Tetapi ia mengaku cukup mengenal saksi Feny Kurniawan dan saksi pelapor Jonhson. "Sudah kenal lama karena Ibu Feny Kurniawan dan Jonhson adalah klien lama saya," ungkap Sistke.
Tetapi, sejak November 2001, Sistke mengatakan telah diberhentikan dari notaris berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Hak dan Hak Asasi Manusia RI No. C. 276.HT.03.03.th.2001. Ditetapkan di Jakarta 22 Mei 2001 dan juga benar berdasarkan Surat Keterangan Majelis Pengawas Daerah Notaris RI UM.MPDN-MKS.02.09. Tgl 18 September 2017 saya telah pensiun sejak 30 Nopember 2001.
Sementara Akte Kuasa Menjual dan PPJB itu dibuat tahun 2003, dua tahun setelah Sistke Limowo, SH. tidak berpraktek sebagai notaris.
Menurut Dr. Rusdin Ismail, SH, MH, selaku Kuasa Hukum korban Feny Kurniawan, kliennya memiliki delapan bidang tanah di Tangerang yang sudah dilengkapi sertifikat.
Atas tanah itu dibuat kuasa menjual oleh alm Musmudin Raoes Siregar berisi bahwa saksi Feny Kuraniawan memberikan kuasa menjual kepada Musmudin Raoes Siregar. Padahal, hal itu tidak pernah terjadi dan surat itu palsu.
Atas dasar Akta Kuasa Menjual palsu itu lah Musmudin Raoes Siregar dengan terdakwa Alex Co Krojoyo membuat PPJB dengan Akta No. 128 tgl 9 Januari 2003. di hadapan Notaris Sistke Limowo, SH., Penjual Musmudin Raoes Siregar dan pembeli terdakwa Alex Co Krojoyo.
Dan berdasarkan Akta PPJB No. 128 tgl 9 Januari 2003, terdakwa Alex Co Krojoyo mengajukan permohonan eksekusi ke PN Tangerang dan permohonan tersebut dikabulkan dan akhirnya tanah dikuasai terdakwa Alek Co Krojoyo, sampai saat ini. Padahal sertifikat ada ditangan saksi Jonhson, kakaknya Feny Kurniawan.
Atas adanya eksekusi tersebut, saksi Jonhson melakukan gugatan perlawanan terhadap ekseskusi di PN Tangerang. Mulai dari pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, tingkat kasasi dan tingkat PK, gugatan perlawanan saksi Jonhson ditolak.
Padahal, saat pengajuan PK, kata Dr. Rusdin Ismail, SH bahwa ada dua novum yang diajukan, yakni Surat Kuasa Menjual dan PPJB 128 Notaris Sistke Limowo, SH yang sudah jelas palsu itu tidak dipertimbangkan majelis hakim PK.
Dari rangkaian proses hukum tersebut, Dr. Rusdin Ismail, SH, MH mengatakan bahwa hakim PK diduga sudah disusupi mafia hukum atau mafia tanah. Dia mempertanyakan legaslitas PPJB palsu bisa mengeksekusi tanah yang bersertifikat.
"Dua novum sama sekali tidak dipertimbangkan oleh Mahkamah Agung. Patut diduga ada permainan mafia hukum/mafia tanah," ujar Rusdin.
“Terkait hal ini kami Kuasa Hukum Feny Kurniawan tentunya akan mengambil sikap atas tindakan Hakim Agung yang memutus perkara PK tersebut,” pungkas Rusdin.