MetroJakartaNews.id | Monitoring Saber Pungli Indonesia (MSPI) desak Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M. Fadil Imran, M.Si melimpahkan tersangka Jonson (36) ke Jaksa Penuntut Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta untuk dilakukan penuntutan.
Jonson, terlibat kasus pembunuhan berencana terhadap korban Alm. Herdi Sibolga alias Acuan, empat tahun silam, di Jl. Jelambar Aladin, RT 3, RW 6, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, Jumat (20/7/2018).
Baca Juga:
Dari Dosen Terhormat Jadi Tersangka: Profil Tiromsi Sitanggang di Balik Tragedi Medan
Dalam Laporan Polisi LP/120/VII/2018/S.Penj Tgl, 21 Juli 2018, a.n tersangka Jonson disangka Pasal 340 KUHP, Subs 338 KUHP Jo Pasal 55, dan 56 KUHP, dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain.
Dalam peristiwa pembunuhan itu, Kasubdit Jatanras AKBP Jerry Reimond Siagian, menetapkan 7 orang tersangka yaitu, Abdullah Sunandar alias Nandar, Handoko alias Alex, Marno, Suwondo alias Wondo. Kwmudian Jonson, Sumaryadi alias Yadi dan Purwanto alias Ompong. Para tersangka ditahan di Rutan Polda Metro Jaya.
Namun dalam perjalanan proses pemberkasan perkara, tersangka Jonson, Sumaryadi alias Yadi dan Purwanto alias Ompong, ditangguhkan penahanan oleh Polda Metro Jaya. Tadinya tahanan Rutan Polda Metro Jaya, dialihkan menjadi tahanan kota dan dikenakan wajib lapor ke Polda Metro Jaya, 2 atau 3 kali seminggu.
Baca Juga:
Kasus Pembunuhan di Medan: Istri Jadi Tersangka
Menurut Direktur Hubungan Antar Kelembagaan MSPI, Thomson Gultom, tersangka Jonson tidak pernah dihadirkan ke persidangan baik sebagai terdakwa maupun sebagai saksi terhadap terdakwa Handoko alias Alex Cs.
Bahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nugraha, SH dari Kejati DKI Jakarta yang menyidangkan terdakwa Handoko alias Alex Cs mengatakan tidak mengetahui kalau Jonson merupakan bagian dari terdakwa yang disidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara.
“Terkait tidak dilimpahkannya berkas dan tersangka Jonson ke persidangan, keluarga terdakwa sudah mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum kepada Direktur Krimum Polda Metro Jaya, yang mempertanyakan tersangka Jonson yang tidak dilimpahkan ke Penuntut Umum. Tetapi surat dari keluarga korban itu tidak ditanggapi,” ungkap Thomson kepada awak media, Senin (3/10).
Terkait tidak dilimpahkannya tersangka Jonson ke penuntut umum, MSPI telah mengajukan surat konfirmasi ke Kapolda Metro Jaya dengan Nomor : 041/konfirmasi-LP/MSPI/VIII/2022, Jkt, tanggal 29 Agustus 2022 dan diterima tanggal 30 Agustus 2022.
“Kapolda Metro Jaya telah menerima surat MSPI nomor: 041 itu dan disposisi surat jatuh ke Unit IV, Subdit Umum, Ditkrimum Polda Metro Jaya, Jumat, tanggal 2 September 2022. Namun sampai saat ini, belum ada tanggapan yang pasti dari Kanit IV, Kompol Surya. Kita sudah dua kali konfirmasi ke Unit IV, tapi belum berhasil bertemu dengan Kompol Surya,” ujar Thomson.
Dia mengungkapkan jawaban anggota unit IV yang berhasil di temui di ruangan Unit IV, Kamis, (29/9/2022), bahwa berkasnya sudah P21 dan sudah disidangkan di pengadilan.
“Bukan kesalahan penyidik dong kalau ada tersangka yang tidak dilimpahkan ke persidangan, sebab yang menyatakan berkas lengkap kan penuntut umum? Kita tidak tahu kalau ada tersangka yang tidak dilimpahkan ke pengadilan, yang tahu itu iya jaksanya? Jika jaksa peneliti menyatakan berkas sudah P21 iya kita limpahkanlah berkas, barang bukti dan tersangkanya ke penuntut umum. Jika ada yang lain dari situ tanyakanlah ke penuntut umum, jangan pertanyakan ke penyidik lagi?” ujar Thomson menyampaikan pernyataan anggota Unit IV itu.
Thomson menilai bahwa penyidik dan penunut umum saling lempar tanggungjawab setelah ada yang mengungkit persoalan. Padahal dalam bertindak diduga telah terjalin kerjasama.
“Kita menduga bahwa perkara tidak dilimpahkannya tersangka Jonson ke persidangan atau berkas perkara tersangka Jonson tidak dilimpahkannya ke penuntut umum tidak mungkin tidak saling mengetahui. Pasalnya, sejak dari awal SPDP (surat pemberitahuan dimualinya penyidikan) dikirimkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, sudah ada nama-nama tersangka didalamnya. Sebab, SP2HP pertama yang dikirimkan penyidik kepada keluarga korban sudah menyebutkan nama tersangka. Jadi tidak mungkin lagi penyidik dan penuntut umum saling lempar,” tegas Thomson.
Thomson menambahkan, pada saat pres rilis tanggal 28 Juli 2018, Kabid Humas polda Metro Jaya Kombes Pol Prabowo Argo Yuwono menjelaskan bahwa peran Jonson (36) inisial JS, sebagai Joki mengendarai motor yang membonceng eksekutor Ahmad Munandar alias Nandar inisial AS (41) yang melakukan penembakan terhadap Alm Herdi Sibolga alias Acuan (45).
Perlu diketahui inisial empat tersangka saat pres rilis yakni AS (41) singkatan dari Abdullah Sunandar alias Nandar, JS (36) singakatan dari Jonson, PWT (32) singkatan dari Purwanto alias Ompong dan SM (41) singkatan dari Sumaryadi alias Yadi.
"Mereka mempunyai peran masing-masing untuk menghabisi nyawa Herdi," kata juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Prabowo Argo Yuwono, Sabtu, 28 Juli 2018, yang dilansir dari tempo.co edisi, Sabtu, 28 Juli 2018 13:24 WIB.
Argo saat itu didampingi Wadirkrimum AKBP Ade. Awalnya, kata Argo, polisi menangkap JS yang berperan sebagai joki motor yang digunakan untuk membonceng AS. AS adalah eksekutor yang menembak mati korban. Setelah menangkap JS, polisi menangkap AS dan PWT. Lalu ditangkap lagi SM.
Argo menuturkan, PWT dan SM merupakan pelaku yang berperan untuk memetakan keseharian korban.
"Sudah beberapa hari dipetakan. Bahkan sampai tempat makan yang biasa korban datangi," ujar Argo.
Sementara pelaku utama atau aktor intelektualnya saat itu masih dalam pengejaran polisi di Pulau Maluku atas nama AX yang diketahui belakangan inisial AX adalah Handoko alias Alex.
Kemudian pada pers rilis tanggal Senin, 13 Agustus 2018 yang disampaikan Dirkrimum Palda Metro Jaya, Kombes Pol Nico Afinta, S.Ik yang menyebutkan ada 1 tersangka baru atas nama AX tambahan dari 4 tersangka sebelumnya, yakni AS (41), JS (36), PWT (32) dan SM (41).
“Satu tersangka terbaru itu diketahui bernama AX, 35 tahun. Dia yang ditangkap 10 Agustus 2018 disangka mengetahui penembakan, serta ditenggarai sebagai tersangka utama dibalik penembakan Herdi Sibolga,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta di Polda Metro, Jakarta Selatan, Senin (13/8/2018).
Dalam persidangan terungkaplah bahwa Handokolah yang mememrintahkan Abdullah Sunandar alias Nandar untuk mengeksekusi Herdi Sibolga dengan bayaran 400 juta rupiah, tetapi pembayaran yang sudah diterima Abdullah Sunandar baru 30 juta rupiah.
Thomson Gultom mengungkapkan bahwa tindakan pembunuhan yang dilakukan para tersangka itu terhadap Alm Herdi Sibolga Alias Acuan telah meninggalkan penderitaan panajang dan beban berat bagi janda almarhum dengan 4 orang anak yang masih kecil-kecil yang dititipkan Tuhan dalam perkawinan mereka.
Oleh karena itu Thomson berharap Kapolda Metro Jaya segera melimpahkan berkas dan tersangka Jonson ke penuntut umum Kejati DKI Jakarta guna mendapatkan kepastian hukum.
"Jika hasil putusan pengadilan membebaskan tersangka Jonson dari segala jeratan hukum, kita tidak mempersoalkannya. Yang terpenting adanya kepastian hukum dalam sebuah perkara,” pungkas Thomson. [stp]