Metrojakartanews.id| Memantapkan sumber daya anggota, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi DKI Jakarta Koordinatoriat Jakarta Barat melaksanakan Bimbingan Teknik (Bimtek) selama tiga hari, di Cisarua Bogor, Jawa Barat sejak Jumat hingga Minggu, 21 - 23 Oktoner 2022.
Kegiatan bertujuan melatih kemampuan sumber daya anggota agar menjadi wartawan yang profesional.
Baca Juga:
PWI Gugat Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu Rp 100,3 Miliar
Bimtek diikuti 40 peserta diantaranya wartawan PWI Jakarta Barat, Kominfotik Jakarta Barat, mahasiswa dan peninjau dari PWI Jaya dan Koordinatoriat Jakarta Selatan.
Panitia pelaksana menghadirkan pembicara dan pemberi materi yang kompeten dalam memaparkan tentang kebebasan pers, kode etik jurnalistik, penulisan berita, rambu-rambu hukum pers diantaranya Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah, Ketua Bidang Antar Lembaga PWI Jaya Irmanto Lukman.
Ada juga Wakil Ketua Bidang Pembelaan PWI Jaya Arman Suparman, Ahli Bahasa Uu Suharsi serta wartawan senior PWI Jakarta Naek Pangaribuan yang dipandu oleh Ketua serta Sekretaris PWI Koordinatoriat Jakarta Barat Kornelius Naibaho dan Mubinoto Amy.
Baca Juga:
Ingat! FISIP UI Undang 2 Paslon Walkot Depok Diskusi, Ini Masalahnya
Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah mengungkapkan kepada peserta agar memahami sejarah pers di Indonesia.
"Sejarah pers Indonesia maupun PWI diawali dengan keberadaan lahirnya Kantor Berita Antara pada tanggal 13 Desember 1937. Dari sanalah dilanjutkan lahirnya PWI di Kota Solo pada tanggal 9 Februari 1946 dan menjadi tonggak sejarah ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional setiap tahun," ujarnya.
Hal tersebut kata Sayid, sangat beralasan karena sejarah itu menjadi pijakan pers di Indonesia, mengingat PWI merupakan organisasi pers yang pertama dan tertua di Indonesia.
Sejarah pers kemudian berlanjut secara dinamis pada gilirannya dilanjutkan pers di masa orde baru dengan melahirkan Dewan Pers sebagai organisasi penghubung antara pemerintah dan masyarakat pers.
“Kini, kurang lebih ada 12 konstituen Dewan Pers yang memenuhi standar dan disepakati masyarakat pers salah satunya ya PWI,” kata Sayid.
Sayid menambahkan pada tahun 1998 hingga 2010, hilir mudik informasi sangat pesat sehingga sulit dipertanggungjawabkan, akhirnya media pers mengatur diri sendiri, mengatur rumah tangga sendiri.
Lanjut Sayid, soal adanya dualisme produk UKW yang lahir dari Dewan Pers dengan 12 konstituen di dalamnya dengan persyaratan resmi untuk melaksanakannya melahirkan wartawan-wartawan yang berkompeten mulai dari tingkat muda, madya hingga utama sudah selesai.
“Untuk hal, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan bahwa permasalahan Dewan Pers sudah selesai dengan menolak gugatan masyarakat pers melalui organisasi pers yang ada,” tegas Sayid.
Dewan Pers semakin dikukuhkan sebagai fasilitator untuk menaungi organisasi pers agar semua organisasi pers yang telah memenuhi persyaratan dapat kembali masuk dan tunduk dalam satu payung yaitu Dewan Pers tentu bersama PWI dan organisasi pers lainnya.
Kemudian Sayid juga menjelaskan ada empat aturan yang ditaati oleh Dewan Pers dalam menaungi organisasi pers dan perusahaan pers yang ada yaitu Pasal 28 ayat 3 UUD 1945, UU Pers No. 40 tahun 1999, Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan PP terkait Pers.
Kini dengan adanya Peraturan Pers No. 2 tahun 2010, kehidupan pers lebih kondusif lagi.
Sayid Iskandarsyah juga menegaskan bahwa wartawan utama merupakan jenjang yang tertinggi yang diakui masyarakat pers dan semua atas persetujuan Dewan Pers.
Di akhir paparannya, Sayid meminta anggota PWI Koordinatoriat Jakarta Barat untuk menjaga marwah dan menjaga nama baik PWI. [stp]