METROJAKARTANEWS.ID, Jakarta | Perusahaan teknologi keuangan (Financial Technology / Fintech), Kredivo, digugat pekerja ke pengadilan karena dianggap melakukan tindakan zalim atau semena-mena. Bahkan, dianggap masuk ranah kejahatan.
Gugatan pekerja didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat pada 4 Desember 2025. Laporan pekerja juga disampaikan ke Polres Metro Jakarta Barat pada 10 Desember 2025.
Baca Juga:
Perilaku Penagih Utang Sektor "Fintech" OJK Terima 3.858 Aduan
Salah satu pekerja, DHP, menganggap Kredivo sebagai salah satu perusahaan Fintech ternama di Indonesia yang dipimpin warga negara asing ini, berulang kali melakukan tindakan zalim terhadap pekerjanya.
Ia yang sebelumnya karyawan Kredivo yang berkantor di kawasan Slipi Jakarta Barat, mengeluh dengan nasib para pekerja yang seakan dijajah oleh bos-bos asing untuk meraup keuntungan tanpa mengindahkan ketentuan hukum di Negara Indonesia.
"Kredivo melalui pimpinannya yang berkewarganegaraan asing menentukan aturan baru yang tidak pernah ada di perjanjian kerja atau kontrak para pekerja," tuturnya.
Baca Juga:
Dapat Uang dari Pinjol Tanpa Pengajuan? Jangan Senang Dulu, Bisa Masuk Penjara!
Akibatnya, banyak pekerja yang pada dasarnya memiliki keterampilan atau kompetensi harus kehilangan pekerjaan. Padahal, para pekerja memiliki keluarga yang harus dinafkahi. Ironisnya, para pimpinan Kredivo seakan-akan tidak peduli.
Dijelaskan, Kredivo memberlakukan aturan untuk perpanjangan kontrak pekerja harus bersih sitem layanan informasi keuangan (SLIK), pada Agustus 2025. Aturan berlaku hanya untuk pekerja kontrak, tidak untuk karyawan tetap.
Padahal, lanjutnya, sebelumnya, aturan tidak pernah tercantum dalam perjanjian kerja atau kontrak.
Terindikasi ada diskriminasi atau tebang pilih dalam penerapan aturan karena hanya berlaku di bagian tertentu dan untuk status karyawan tertentu.
Proses pengecekan SLIK pun dilakukan oleh perusahaan tanpa izin dari karyawan kontrak sebagai pemilik data, karyawan kontrak.
Lebih jauh, DHP didampingi rekannya, DOH, menjelaskan terkait pemutusan kontrak sepihak oleh managemen Kredivo group. Ia katankan sudah 2 kali mengirimkan bipartit ke Kredivo, namun tidak digubris.
Bipartit tidak digubris Kredivo, DHP mengirimkan surat ke Suku Dinas Tenaga Kerja dan Energi Jakarta Barat. Panggilan pertama, tidak hadir pihak Kredivo. Baru hadir pada pertemuan kedua dan ketiga. Namun, tidak ada kesepakatan dicapai karena pihak Kredivo merasa benar.
Sejumlah hal yang diperjuangkan DHP, pemberian surat end kontrak yg mendadak dan akses email / slack ditutup. Lalu, perhitungan kompensasi yang tidak ada konfirmasi dan hitungan.
Kemudian, pemberian hak sisa cuti sesuai UU No. 11 / 2020 & PP No. 35 / 2021. Juga, karyawan tidak pernah diberikan slip gaji sesuai UU No. 13 / 2003 pasal 17 ayat 2 & PP No. 36 / 2021 pasal 53.
Dan, mempertanyakan managemen Kedivo mengenai status karyawan yang merasa tidak ada kejelasan. "Kami karyawan dimana? Apakah KFI, KDI, FTI, atau DANAKIRTI," tandasnya.
Para pekerja berharap, gugatan dan laporan atas tindakan managemen Kredivo yang diduga masuk ranah tindak kejahatan, dapat memberikan sanksi tegas jika bersalah.
Selain itu, perusahaan agar menghargai para pekerja yang mengisi pundi-pundi atasan. "Walaupun kalian berkewarganegaraan asing, tetapi kalian juga mengisi perut kalian dan anak istri kalian di negara kami Indonesia yang merupakan negara yang merdeka atas perjuangan, bukan pemberian. Kalian menjajah, kami akan kembali berjuang," teriak sejumlah pekerja saat mendaftar gugatan ke PN Jakarta Barat.
Hingga berita tayang, belum ada tanggapan dari pihak managemen Kredivo.
[Editor : Sahala Pangaribuan]