MetroJakartaNews.id | Handoko alias Alex aktor intelektual pembunuhan berencana Herdi Sibolga alias Acuan diisukan membeli kebebasan agar terhindar dari hukuman pidana penjara seumur hidup. Hal ini membuat keluarga korban resah dan takut.
Apalagi salah satu tersangka atas nama Jonson (36), masih bebas berkeliaran menghirup udara segar dan dapat melakukan aktivitas bisnisnya setiap hari, karena penyidik Unit IV Subditumum Ditkrimum Polda Metrojaya belum melimpahkan berkasnya ke Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
Baca Juga:
Dari Dosen Terhormat Jadi Tersangka: Profil Tiromsi Sitanggang di Balik Tragedi Medan
Keresahan keluarga itu disampaikan Tika, adik Herdi Sibolga. “Terkait beredar kabar bahwa Handoko, otak pelaku pembunuhan berencana atas kakak kami, Herdi Sibolga, akan mendapatkan kebebasan, semua keluarga merasa cemas dan takut. Takut kalau benar-benar dia bebas maka nyawa kami akan terancam,” ujar Tika kepada awak media, Senin (10/10).
Tika meminta agar semua pihak, baik kepolisian, kejaksaan dan semua badan hukum atau siapapun yang terlibat dalam hal ini, mengetahui bahwa semua keluarga masih merasa trauma dengan kasus pembunuhan kakaknya, sampai saat ini.
Tika mengungatkan bahwa saat rilis pertama sekali di televisi disebutkan kalau Johnson ikut terlibat. Tetapi sampai saat ini, tidak ada panggilan terhadap Johnson.
Baca Juga:
Kasus Pembunuhan di Medan: Istri Jadi Tersangka
Demikian juga pada saat sidang, Jonson sama sekali tidak terkait dalam kasus pembunuhan berencana Herdi Sibolga.
Terkait tidak disidangkannya Jonhson, kata Tika, pihak keluarganya sudah meminta perlindungan kepada Direktur Krimmum melalui surat.
Sayangnya, surat tidak ditanggapi sampai sekarang. Dan, tersangka Jonhson hidup bebas tanpa proses hukum.
Sementara itu, Kepala Lapas Kelas I Tangerang, Asep Suntandard, mengatakan bahwa tidak mungkin Handoko membeli kebebasan.
“Darimana beli kebebasan? Hari gini mau bermain-dengan hukum? Ngga mungkinlah," ujar Asep, beberapa waktu lalu.
Namun, kata Asep, isunya bahwa terpidana Handoko alias Alex mau melakukan upaya hukum Penijauan Kembali (PK). "Itu baru mau, belum melakukan (PK). Itu informasinya,” kata asep.
Menurut Asep, upaya hukum PK merupakan hak setiap terpidana. Baik itu terpidana hukuman mati, hukuman seumur hidup dan hukum 20 tahun dan hukuman lainnya.
“Namanya juga upaya. Setiap orang akan berupaya untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Apakah itu berhasil atau tidak berhasil tentunya setelah dilakukan upaya tersebut. Mungkin PK itu yang dimaksudkan membeli kebebasan. Salah pengertian aja kali,” tutup Asep ketika dijumpai diruang PTSP Lapas.
Seperti diketahui, tersangka Jonson (36), terkait dengan kasus pembunuhan berencana Herdi Sibolga alias Acuan di Jl. Jelambar Aladin, RT 3, RW 6, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, empat tahun silam, Jumat (20/7/2018).
Dalam Laporan Polisi LP/120/VII/2018/S.Penj Tgl, 21 Juli 2018, a.n Tersangka Jonson disangka Pasal 340 KUHP, Subs 338 KUHP Jo Pasal 55, dan 56 KUHP, dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain.
Dalam peristiwa pembunuhan itu, Wadirkrimmum Polda Metro Jaya adalah AKBP Ade Ary Syam Indradi, yang sekarang menjabat Kapolres Jakarta Selatan. Kemudian, Kasubdit Jatanras AKBP Jerry Reimond Siagian, yang sudah dipecat dari kepolisian karena terlibat kasus Duren tiga.
Polisi kemudian menetapkan 7 orang tersangka, Abdullah Sunandar alias Nandar, Handoko alias Alex, Marno, Suwondo alias Wondo, Jonson, Sumaryadi alias Yasi dan Purwanto alias Ompong dan dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polda Metro Jaya.
Namun dalam perjalanan proses pemberkasan perkara, tersangka Jonson, Sumaryadi dan Purwanto ditangguhkan penahanannya oleh Polda Metro Jaya. Yang tadinya tahanan Rutan Polda Metro Jaya menjadi Tahanan kota.
Artinya ketiga tersangka itu tidak lagi ditahan dipenjara tetapi sudah bebas beraktivitas diluar penjara, hanya saja aktivitasnya dibatasi hanya didalam kota. Tidak bisa beraktivitas keluar kota selain dalam kota sebagaimana disebutkan dalam materi pengalihan penahanan. Dan yang ditangguhkan itu diwajibkan lapor diri 2 atau 3 kali seminggu ke Polda Metro Jaya.
Setelah ditangguhkannya penahanan tersangka Jonson, keluarga korban langsung membuat surat perlidungan hukum kepada Direktur Krimum Polda Metro Jaya. Tetapi surat permohonan perlidungan hukum itu tidak ditanggapi.
Bahkan, sampai disidangkannya para tersangka lainnya, tersangka Jonson tidak pernah dihadirkan ke persidangan, baik sebagai terdakwa maupun sebagai saksi. [stp]