MetroJakartaNews.id | Bank Dunia akan mengadopsi ketentuan baru mengenai hitungan purchasing power parities (PPPs) atau kemampuan belanja mulai musim gugur 2022. Berubahnya ketentuan tersebut membuat jutaan warga Indonesia terpental dari kelas menengah dan masuk ke kelompok miskin.
Dilansir dari CNBC Indonesia, basis perhitungan baru berdasarkan PPP 2017 sementara yang lama adalah PPP 2011.
Baca Juga:
Setara Negara Maju, Pendapatan Per Kapita Jakarta Pusat US$50.000
Batas kelas menengah. Foto : Bank Dunia
Pada basis perhitungan baru, Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan ekstrem menjadi US$ 2,15 per orang per hari atau Rp 32.745 per hari (kurs Rp 15.230 per US$). Sebelumnya, garis kemiskinan ekstrim ada di US$ 1,90.
Bank Dunia juga mengubah ketentuan batas untuk kelas penghasilan menengah ke bawah (lower middle income class) serta kelas berpenghasilan menengah ke atas (upper- middle income class).
Baca Juga:
Kebut Elektrifikasi dan EBT, PLN Kantongi Pendanaan US$ 581,5 Juta dari Bank Dunia
Batas kelas penghasilan menengah ke bawah dinaikkan menjadi US$ 3,65 atau Rp 55.590. per orang per hari dari sebelumnya US$ 3,20 atau Rp 48.740. Sementara itu, batas kelas berpenghasilan menengah ke atas menjadi US$ 6,85 atau Rp 104.325 per hari dari sebelumnya US$ 5,50 atau Rp 83.675 per hari.
Perhitungan baru Bank Dunia tidak terlalu berdampak kepada jumlah masyarakat miskin ekstrem di Asia, termasuk Indonesia. Pasalnya, jumlah warga miskin yang masuk kategori ekstrim di mana PPP nya di bawah US$ 2,15 sudah sangat kecil.
Namun, ketentuan baru mengenai batas kelas menengah langsung berdampak signifikan terhadap jumlah mereka yang turun kelas. Setidaknya ada 33 juta warga Asia yang turun kelas akibat ketentuan baru. Indonesia dan China menjadi negara dengan penurunan kelas menengah terbanyak.
Menurut hitungan baru Bank Dunia, setidaknya ada 13 juta warga Indonesia yang turun kelas dari kelas berpenghasilan menengah ke bawah ke kelompok miskin. Jumlah warga miskin Indonesia meningkat menjadi 67 juta berdasarkan PPP 2017 dari 54 juta menurut PPP 2011.
Indonesia hanya kalah dari China yang kehilangan kelas menengah ke bawah sebanyak 18 juta.
Jika menggunakan batas kelas menengah ke atas, maka jumlah warga miskin Indonesia akan bertambah 27 juta menjadi 168 juta. Jumlah warga miskin di China bertambah 115 juta menjadi 348 juta.
Di wilayah Asia Pasifik Timur, jumlah masyarakat miskin akan bertambah 174 juta menjadi 654 juta jika menggunakan batas kelas menengah ke atas.
"Batas kelas menengah lebih relevan untuk wilayah Asia Timur Pasifik karena naiknya pendapatan mereka," tulis Bank Dunia dalam laporannya East Asia and The Pacific Economic Update October 2022.
Garis kemiskinan untuk menentukan kelas menengah diambil dengan menggunakan median dari garis kemiskinan negara berpenghasilan menengah ke bawah dan menengah ke atas.
Faktor paling penting dari perubahan ini adalah karena berubahnya tingkat harga di negara lain terutama Amerika Serikat.
"Kenaikan harga akan membuat kemampuan daya beli berkurang dan meningkatkan angka kemiskinan," tulis Bank Dunia.
Basket perhitungan barang dan layanan di sejumlah negara Asia Timur Pasifik pada PPP 2017 lebih tinggi dibandingkan hitungan PPP 2011.
"Harga makanan dan baju di China sekarang ini 15-40% lebih mahal dibandingkan rata-rata harga global. Pada basis perhitungan 2011, angkanya lebih rendah dibandingkan negara lain," tutur Bank Dunia. [stp]