WAHANANEWS.CO, Jakarta - Banyak persoalan di Jakarta yang berkaitan langsung dengan kinerja organisasi perangkat daerah (OPD) maupun badan usaha milik daerah (BUMD). Seluruh persoalan ini perlu diurai secara detail agar gambaran utuh mengenai akar masalah dapat diketahui secara jelas.
Dengan menyajikan uraian yang sistematis dan berbasis data, masyarakat dapat memperoleh pemahaman yang lebih kuat. Selain itu, bagi para pemangku kebijakan, analisis semacam ini dapat menjadi masukan konstruktif untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan daerah. Besarnya APBD DKI Jakarta—sekitar 80–90 triliun rupiah per tahun atau 400–450 triliun rupiah dalam lima tahun—menjadi alasan kuat bagi masyarakat untuk menuntut hasil pembangunan dan layanan publik yang maksimal.
Baca Juga:
Viral Dugaan Penjarahan Rumah Sri Mulyani, Publik Tunggu Konfirmasi Resmi
Dalam konteks tersebut, berbagai persoalan muncul pada lintas sektor yang berbeda. Salah satu contohnya adalah kemacetan yang semakin kompleks, yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan kebijakan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen lalu lintas, efektivitas rekayasa jalan, hingga evaluasi terhadap kualitas dan keterpaduan transportasi publik merupakan aspek-aspek utama yang harus dijalankan secara maksimal.
Selain itu, masalah banjir juga masih menjadi tantangan utama yang melibatkan Dinas Sumber Daya Air (SDA). Penataan drainase, pengendalian daerah aliran sungai, dan normalisasi sungai merupakan bagian penting dari program prioritas yang harus dijalankan secara konsisten.
Masalah lainnya adalah pengelolaan sampah oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta. Persoalan ini masih menyisakan banyak tantangan mengingat volume sampah yang dihasilkan mencapai sekitar 7–8 ribu ton per hari. Pengelolaan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang tetap menjadi prioritas utama dalam menampung dan mengolah sampah dari seluruh wilayah Jakarta. Selain itu, fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan juga mulai menjadi alternatif pengolahan yang diharapkan dapat mengurangi beban Bantargebang.
Baca Juga:
Kapolri: TNI-Polri Segera Bergerak Pulihkan Keamanan
Saat ini, pemerintah pusat turut mencanangkan program prioritas nasional berupa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Menindaklanjuti kebijakan ini, Pemprov DKI Jakarta menargetkan pembangunan empat unit PLTSa di berbagai wilayah Jakarta sebagai upaya memperkuat sistem pengelolaan sampah secara berkelanjutan.
Namun demikian, penanganan sampah dari hulu atau langsung di tingkat masyarakat merupakan solusi utama yang harus diperkuat. Inilah bentuk penanganan sampah yang sesungguhnya, di mana pemilahan berbagai jenis sampah sudah dilakukan di tingkat rumah tangga, tempat usaha, hotel, industri, dan sektor lainnya sebelum sampah masuk ke rantai pengangkutan dan pengolahan.
Di sisi lain, beberapa BUMD seperti TransJakarta dan Bank Jakarta tengah menghadapi agenda besar yang membutuhkan perhatian serius. Upaya perbaikan layanan, peningkatan transparansi kinerja, serta persiapan menuju penawaran umum perdana (IPO) menjadi pekerjaan prioritas yang memerlukan pengelolaan yang profesional dan akuntabel.
Seluruh agenda tersebut menuntut evaluasi mendalam yang harus berfokus pada capaian kinerja. Selain itu, arah kebijakan dan kualitas implementasi di lapangan juga menjadi aspek penting yang wajib selaras dengan target keberhasilan yang optimal.
Sesuai dengan judul di atas, ke depan saya akan fokus membahas secara detail, rinci, dan tuntas berbagai persoalan yang ada pada Dishub DKI Jakarta. Kompleksitas masalah di sektor transportasi, seperti kemacetan dan sejumlah isu lainnya, menuntut perhatian khusus karena dampaknya langsung dirasakan masyarakat setiap hari.
Pembahasan mendalam mengenai persoalan Dishub dan BUMD terkait—khususnya TransJakarta, Mass Rapid Transit (MRT), dan Light Rail Transit (LRT) Jakarta—akan disampaikan secara bertahap. Pembahasan ini dilakukan karena ketiga moda tersebut saling berkaitan dalam sistem transportasi massal Jakarta. Selain itu, pendekatan bertahap ditempuh agar analisis terhadap berbagai permasalahan dapat disusun secara lebih terstruktur, komprehensif, dan tetap berbasis pada dokumen perencanaan yang sah.
Upaya evaluasi ini merupakan bagian dari kontribusi pemikiran untuk mendukung program Gubernur Pramono Anung Wibowo dan Wakil Gubernur Rano Karno dalam membangun tata kelola yang efektif. Saat ini saya sedang melakukan pendalaman terhadap dokumen RPJMD DKI Jakarta 2025–2029.
Selain merujuk pada RPJMD, program orisinal yang bersumber dari visi dan misi Pramono–Rano juga menjadi fondasi penting bagi penataan ulang kebijakan pembangunan Jakarta ke depan. Setiap analisis terhadap persoalan OPD dan BUMD harus dikaitkan dengan dokumen perencanaan tersebut agar tetap relevan, konsisten, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Landasan hukum Jakarta juga mengalami perubahan mendasar melalui UU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Undang-undang ini menegaskan kembali peran Jakarta sebagai pusat perekonomian nasional dan kota global, yang berarti standar tata kelolanya harus sejalan dengan fungsi strategis tersebut.
Selain itu, ketentuan teknis dalam berbagai Peraturan Menteri Dalam Negeri—terutama mengenai penyusunan RPJMD, penyelarasan dokumen perencanaan, serta mekanisme reviu kinerja OPD—harus digunakan sebagai pedoman agar seluruh kebijakan dapat diuji, diukur, dan diperbaiki secara berkala. Setiap klaim keberhasilan program wajib ditopang indikator kinerja utama (IKU/KPI) yang kuantitatif, terukur, dan dapat diakses publik.
Pada intinya, persoalan-persoalan yang menjadi warisan masa lalu harus dituntaskan agar tidak terus menjadi hambatan, sementara program dan kebijakan era Pramono–Rano harus berjalan secara efektif dengan pengawasan yang transparan. Kesungguhan, kejujuran, dan integritas adalah kunci untuk memastikan setiap langkah yang diambil benar-benar membawa manfaat bagi kepentingan publik dan kemajuan Jakarta.
Seluruh upaya ini diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mewujudkan Jakarta sebagai kota global yang maju, modern, dan berdaya saing tinggi. Dengan tata kelola yang kuat, perencanaan yang konsisten, dan eksekusi kebijakan yang disiplin, cita-cita tersebut dapat dicapai di bawah kepemimpinan Pramono Anung Wibowo dan Rano Karno.
[Redaktur: Alpredo Gultom]