Catatan ini sekadar mengingatkan agar para aktivis tak terjebak pada pola pembentukan generasi “buta-tuli” yang baru, sebagaimana sudah berserakan di gedung-gedung pemerintah dan parlemen.
Jangan lagi membentuk karakter arogan dengan mengatasnamakan demokrasi dan rakyat, seperti yang sudah berjalan selama ini di gedung-gedung parlemen.
Baca Juga:
Pj Wali Kota: Pilkada di Subulussalam Berlangsung Kondusifitas
Kalau begitu jadinya kelak, hal itu tentu nyaris tak ada bedanya dengan ulah parpol yang selama ini selalu dituding hanya menjadikan demokrasi dan rakyat sebagai topeng dan atas nama belaka.
“Maaf, kenaikan harga BBM memang memberatkan. Tapi, kalau harus ditambah lagi dengan mendorong sepeda motor ke SPBU, gegara kehabisan di tengah kemacetan aksi unjuk rasa, ini sih sama saja dengan sudah jatuh tertimpa tangga,” kata sebuah ilustrasi yang tetiba melayang-layang di kepala.
Makna sebuah perjuangan bagi rakyat bakal terasa lebih sempurna bila tidak diiringi dengan hadirnya masalah baru.
Baca Juga:
Bawaslu Pakpak Bharat : Diduga Tidur Pulas Saat Pilkada Panas?
Dalam benak saya, negara yang maju ataulah pemerintahan yang berhasil bukanlah yang memperbesar pemberian subsidi bagi rakyatnya, melainkan yang membuat seluruh rakyatnya mampu hidup berkecukupan tanpa subsidi sepeser pun.
Jadi, kata kuncinya adalah “pemberdayaan”, bukan “memperdaya”… (Yukie H. Rushdie, Pemimpin Redaksi WahanaNews.co)