METROJAKARTA.WAHANANEWS.CO - Jakarta dikatakan menghadapi kemacetan parah akibat sistem transportasi yang belum sepenuhnya terintegrasi serta meningkatnya jumlah kendaraan pribadi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Jakarta 2023 mencapai 10,67 juta jiwa, sementara jumlah kendaraan pribadi dua kali lipat dari jumlah penduduk.
Baca Juga:
Jakarta Sesak, BMKG: BBM Bersulfur Tinggi Biang Kerok Polusi Udara
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, akar masalah kemacetan Jakarta terletak pada kurangnya perencanaan terpadu, fragmentasi kelembagaan, serta sistem transportasi yang tidak efisien.
"Sistem transportasi harus diperbaiki dengan integrasi antarmoda yang lebih baik, penguatan kelembagaan, serta kebijakan pengendalian permintaan transportasi yang efektif," ujar Djoko dalam keterangannya, Minggu (9/2/2025).
Tren penggunaan kendaraan pribadi terus meningkat. Pada 2018, penggunaan mobil mencapai 21,5 persen, sedangkan sepeda motor naik drastis menjadi 68,3 persen.
Baca Juga:
Biaya Pengobatan Penyakit Pernapasan Akibat Polusi Udara Mencapai Triliunan Rupiah untuk BPJS
Hal ini berkontribusi terhadap polusi udara, di mana sepeda motor menyumbang 44,5 persen dan mobil 14,2 persen.
Pemerintah telah menetapkan target dalam Perda Jakarta Nomor 5 Tahun 2014, yakni 60 persen perjalanan penduduk menggunakan transportasi umum dan kecepatan rata-rata jalan minimal 35 km/jam. Namun, implementasinya masih jauh dari harapan.
Selain itu, Djoko juga menyoroti perlunya reformasi kebijakan dan kelembagaan melalui pembentukan Institut Transportasi Jakarta (ITJ).
"Institut ini diharapkan dapat menjadi pusat riset dan pengembangan transportasi, sehingga kebijakan yang diambil lebih terarah," kata Djoko.
Transportasi ke Kepulauan Seribu juga membutuhkan perhatian. Sebagai destinasi wisata, fasilitas kapal menuju daerah tersebut harus lebih aman dan nyaman.
Pemprov Jakarta menargetkan penggantian kapal dengan standar keselamatan lebih baik dalam lima tahun ke depan.
Untuk mengurangi penggunaan BBM bersubsidi yang tidak tepat sasaran, Djoko menyarankan kendaraan pribadi di Jakarta hanya menggunakan BBM non-subsidi.
"Ojek bisa tetap mendapat subsidi dengan menggunakan plat kuning, seperti yang diterapkan di Kota Agats, Papua Selatan," jelas Djoko.
Jakarta membutuhkan langkah konkret dalam mengelola transportasi guna mengurangi kemacetan, meningkatkan kualitas lingkungan, dan memperbaiki kesejahteraan warganya.
[Redaktur: Sutrisno Simorangkir]