Metrojakartanews.id | Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 menjadi event politik yang banyak ditunggu-tunggu oleh rakyat Indonesia. Meski masih hampir dua tahun lagi, hiruk-pikuknya sudah bisa dirasakan kini.
Berkaca pada kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama dua periode (2014-2024), mayoritas rakyat setuju bila dikatakan, Jokowi telah berhasil menyulap negeri ini menjadi maju, disegani, dan lebih bermartabat di dunia internasional.
Baca Juga:
Pemohon Uji Materi UU Pemilu Desak Percepatan Pelantikan Presiden Terpilih
Pengakuan atas kepiawaian Jokowi tidak saja di dalam negeri, tapi para pemimpin dunia pun mengakuinya.
Namun, konstitusi mengatakan jabatan presiden hanya bisa dua periode. Tentu saja, hal ini menjadi lara bagi banyak warga bangsa, mengingat saat ini Indonesia telah menjadi gadis cantik nan memikat banyak pihak.
“Pembuktian kerja Presiden Jokowi sangat nyata. Dirinya bak telah mewakafkan waktu, tenaga, dan pikirannya selama ini untuk bangsa dan negara. Dua periode memerintah, Indonesia telah dibawa ke puncak kejayaan secara mendunia,” kata Ketua Umum Damai Nusantaraku (Dantara), Putri Simorangkir, relawan Jokowi Pilpres lalu, dalam keterangannya kepada innews, Rabu (16/11/2022).
Baca Juga:
Mahfud MD: Saya Lebih Baik dari Prabowo-Gibran, tetapi Rakyat Lebih Percaya Mereka
Mulai tahun depan, kata Putri, panggung politik Indonesia akan riuh redam. Apalagi Pilpres hampir berbarengan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) dan pemilihan legislatif (DPR, DPD, DPRD).
Bagi Putri, semua orang tentu mendambakan pemimpin bangsa yang jujur, berintegritas, memiliki track records yang baik, bisa diterima semua kalangan, memiliki visi yang jelas bagi kemajuan bangsa, dan kecakapan lainnya.
“Sebagai bangsa besar yang merindukan memiliki negara besar serta bermartabat sesuai cita-cita para pendahulu bangsa, baiknya kita menggunakan hati nurani dalam memilih pemimpin. Bukan karena kepentingan sesaat, melainkan benar-benar melihat bibit, bebet, dan bobotnya,” anjur Putri yang juga dikenal sebagai pemerhati sosial budaya ini.
Dia menambahkan, majunya suatu bangsa ditentukan oleh dedikasi, ketulusan, komitmen dari pemimpinnya untuk bekerja keras serta jujur demi kemajuan NKRI. Untuk itu, sifat nasionalisme dan menjunjung Pancasila serta UUD’ 45, juga kecintaan kepada bangsa dan negara merupakan hal yang mutlak.
Negeri ini butuh sosok pemimpin yang kuat dan mencintai rakyatnya dengan penuh ketulusan. Bukan pemimpin arogan yang belum apa-apa sudah mengklaim dirinya majikan dan rakyat Indonesia seolah budaknya.
“Memang saat ini baru satu orang yang dideclare sebagai Capres. Namun, berkaca pada apa yang dilakukan selama menduduki jabatan strategis, rasanya sangat tidak pas. Coba saja lihat ketika menjadi Mendikbud, pertanggungjawaban dana Frankfurt Book Fair 2015 sebesar Rp146 miliar, tidak jelas. Bahkan KPK bak macan ompong dalam mengusut kasus ini,” ucap Putri keras.
Demikian juga saat memimpin Ibu Kota. Putri menyebut, dugaan penyelewengan dananya begitu besar dengan item-item yang mengada-ngada, seperti lem aibon, pulpen, peti mati, dan lainnya. Bahkan, gelaran Formula E yang dipaksakan, tidak jelas laporannya.
“Jangankan menjadi Presiden, menjadi bakal capres pun rasanya tidak layak. Apakah kita mau memilih pemimpin seperti itu? Apalagi para pendukungnya nampak begitu arogan dan gemar merendahkan sesamanya,” tukas Putri.
Seperti yang terjadi pada aksi demo pendukung Capres AB yang dengan lantang berteriak, “Kami adalah majikan kalian. Kami adalah pemilik bangsa. Kami adalah pemilik kedaulatan Indonesia.”
Dia menambahkan, di media-media sosial bisa dilihat ada indikasi upaya dari pendukung Capres ini untuk merubah dasar negara. “Indonesia bisa lenyap. Jerih lelah para pahlawan bakal tinggal kenangan saja,” jelasnya.
Putri mengingatkan, kekuasaan di tangan orang yang tidak bertanggung jawab akan menjadi tirani yang berpotensi menghancurkan negeri elok ini.
“Jangan biarkan hal itu terjadi! Mari bersama kita jaga Ibu Pertiwi. Salah satunya dengan memilih pemimpin yang paling tidak mendekati sosok Jokowi, punya hati tulus melayani rakyat,” tuturnya.
Ditegaskannya, kita mau memilih Presiden, bukan majikan. “Kalau majikan, berarti kita akan jadi kacung dia nantinya. Sementara kalau Presiden, pasti harus benar-benarppmencintai rakyatnya. Sebab Vox Populi Vox Dei (suara rakyat adalah suara Tuhan),” pungkasnya. [stp]