Metrojakartanews.id | Sekjen Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI Komjen Pol Andap Budhi Revianto bersyukur atas disahkannya Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) menjadi Undang-undang (UU) dalam rapat paripurna DPR RI pada Selasa (06/12).
"Alhamdulillah, Puji Syukur pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa 6 Desember 2022, telah mengesahkan Rancangan undang-undang Kitab Hukum Pidana menjadi Undang-Undang," ujar Andap, Rabu (7/12).
Baca Juga:
IKADIN Sambut Baik Disahkannya RUU KUHP Jadi Undang-undang
Bahwa KUHP, katanya, adalah UU paling lama yang berlaku di negeri ini, bahkan sejak zaman kolonial Belanda yaitu sejak tahun 1918. Ada banyak persoalan di dalamnya yang dinilai tidak sesuai lagi dengan kondisi dan dinamika yang ada.
Proses pembaharuan dan pengubahan (revisi) telah lama dilakukan, sejak 59 tahun yang lalu, bermula pada tahun 1963 hingga saat ini.
Proses pengubahan dan pembaharuan dilakukan secara hati-hati, melibatkan banyak pemangku kepentingan, transparan, partisipatif, dan telah mengadopsi berbagai gagasan dari publik.
Baca Juga:
AS Kritik KUHP RI: Atur Urusan Kumpul Kebo Bisa Ganggu Investasi
Kajian, diskusi dan sosialisasi terkait RUU KUHP dilakukan secara intens untuk menghasilkan produk hukum maksimal yang dapat mengakomodir seluruh aspirasi. Minimal mengambil jalur moderat berjalan di tengah-tengah, diantara banyak perspektif.
Karenanya, revisi terhadap KUHP jelas bukan proses simsalabim. Pergerakan pemikiran hukum, dinamika bangsa serta dialektika atau diskursus dalam masyarakat yang begitu intens menjadikan KUHP membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk diubah.
Sementara di sisi lain, masyarakat semakin kencang meminta agar produk hukum warisan kolonial ini diubah segera.
"Tidak ada gading yang tak retak, diakui itu dengan lapang dada. Tidak akan pernah mungkin ada satupun kebijakan negara yang bisa 100% memuaskan semua orang. Pasti akan ada pihak yang tidak sependapat dan atau tidak setuju," kata Andap meyakini bahwa pengesahan RUU KUHP menjadi undang-undang itu sudah aspiratif.
Hari ini bangsa Indonesia harus bangga karena berhasil memiliki KUHP sendiri, bukan buatan negara lain. Pengesahan RUU KUHP menjadi UU bukan semata momen historis, namun menjadi titik awal reformasi penyelenggaraan pidana di Indonesia.
KUHP produk kolonial tidak relevan lagi dengan Indonesia. Sementara KUHP baru sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan situasi di Indonesia. [stp]